Salahkah bila
aku Mencintaimu
Banyak orang
bilang kalau masa-masa SMA itu masa yang paling indah. Katanya sih,masa SMA
adalah masa dimana para remaja mencari jati diri, masa peralihan dari masa
remaja menjadi dewasa, atau masa dimana seseorang mulai mengenal cinta. Hari
ini, pagi ini aku resmi menjadi siswa SMA baru. Hari pertama MOS kali ini tidak
begitu menarik menurutku. Tetapi hari-hari berikutnya aku merasa ada yang
berbeda dengan kedatangan murid baru. Iya anak cowok yang telat masuk dari hari
pertama. Menurutku sih anaknya biasa-biasa aja, anaknya tinggi, kulitnya
kecoklat-coklatan. Apa yang spesial dengannya? Tapi yang membuat aku heran
adalah rata-rata teman cewekku di kelas mengaguminya atau bahkan menyukainya.
Benar-benar aneh. Memang sih aku akui wajahnya agak sedikit tampan, tapi... ah
sudahlah ngapain aku mikirin dia? Nggak penting juga.
Seminggu
kemudian pengumuman pembagian kelas baru diumumkan. Papan pengumumannya penuh
dengan para siswa. Aku pun turut berdesakan melihat hasil pengumuman itu. Saat
aku lihat satu persatu nama siswa yang ada di daftar, “Apa? Raka Adiputra
sekelas denganku? Kok bisa gitu sih?” aku terkejut saat melihat nama anak itu
ternyata sekelas sama aku. “Memangnya kenapa? Nggak suka ya?” aku pun sontak
menoleh ke arah salah satu siswa disampingku. Betapa terkejutnya aku saat
melihatnya, melihat ia berada di sebelahku & ia mendengar perkataanku tadi.
Raka berada disebelahku saat itu. Aku tak bisa berkata apa-apa saat melihatnya.
Aku hanya bisa bengong dihadapannya. Andai saja aku tak berkata begitu tadi,
hal ini tak akan terjadi. Seketika itu aku langsung pergi meninggalkannya tapi
Raka malah memanggilku & ia membuatku menghentikan langkahku, “Kenapa malah
pergi? Ada apa dengan Raka Adiputra? Apa kau punya masalah dengannya?” tanyanya
sambil ia berjalan mendekatiku. “Oh ehm nggak. Nggak ada apa-apa kok.” jawabku
dengan sedikit gugup & aku pun pergi meninggalkannya.
Sudah 2 minggu
ini aku sekelas dengan Raka. Rasanya dunia ini berjalan sangat cepat. Dulu
waktu pertama kali ketemu, aku selalu nethink padanya. Tapi setelah
mengenalnya, ternyata ia baik juga. Aku pikir Raka itu anaknya nggak asik,
sombong tapi setelah aku lihat selama ini ternyata nggak juga. Semakin lama aku
makin akrab dengannya, dengan Raka. Iya bisa dibilang aku dengan Raka cukup
dekat. Tapi semua ini cuma sebagai teman karena Raka sendiri udah punya pacar.
Iya meskipun begitu, tak masalah bukan? Selain itu, Raka sering menceritakan
apapun. Entah itu saat ia mengalami masalah ataupun saat bahagia. Sejauh ini
aku nggak nyangka dengan keadaanku sekarang. Yang awalnya benci dengan Raka,
sekarang malah jadi teman. Takdir memang selalu memberikan kejutan bagi semua
orang, tak terkecuali aku.
Namun
akhir-akhir ini, Raka tak seperti biasanya. Ia sering murung tanpa alasan. Saat
aku tanyakan mengapa ia murung, ia tetap diam saja. Apa yang sebenarnya terjadi
padanya? Saat aku melihatnya di kantin sendirian, aku mencoba untuk
menghampirinya & menanyakan apa yang tengah terjadi padanya. Saat aku duduk
di dekatnya, aku tak tega melihatnya saat itu. Ia melamun sambil memandangi
minuman dihadapannya itu. “Raka, kamu kenapa? Akhir-akhir ini aku liat kamu kok
kamu sering melamun? Ada apa?” tanyaku penasaran. Tapi Raka tetap bungkam, ia
tak mau menjawab perkataanku tadi. “Raka, kalau ada masalah cerita sama aku
ya.” kataku. “Aku baru putus sama pacarku.” akhirnya Raka cerita juga.
Tapi...apa yang dia bilang? Baru putus? Iya ampun aku pikir ada masalah serius
dengannya. Raka, seorang cowok yang aku kenal selama ini, cowok yang selalu
riang tapi bisa bersikap begitu setelah putus dari pacarnya? Aku benar-benar
nggak nyangka. “Raka, kamu itu cowok. Kamu harus tegar dong. Masa’ gara-gara
diputusin aja udah sering ngelamun kayak gini? Kamu itu jangan...” belum
selesai aku bicara Raka langsung memotong ucapanku. “Kamu nggak tau apa-apa,
Rara. Selama ini aku sangat menyayanginya.!” katanya. Aku tak percaya dengan
apa yang aku hadapi saat ini. Aku mencoba menenangkannya tapi ia malah
memarahiku. “Apa yang salah denganku, Raka? Aku cuma ingin membantumu.
Sebenarnya aku nggak mau ikut campur masalahmu ini, tapi aku nggak tega ngeliat
kamu terus-terusan murung kayak gini. Buat apa kamu masih mikirin dia yang
telah menyakitimu?” mendengar perkataanku ini justru membuat Raka marah padaku,
“Aku nggak mau dikasihani, apalagi sama seorang cewek seperti kamu! Sebelumnya,
aku juga nggak minta kamu buat nasihatin aku, bukan?”
Apa aku tak
salah dengar barusan? Raka berbicara seperti itu padaku? Apa yang ada di
pikiranmu saat ini, Raka? kenapa kau bisa berkata seperti itu padaku? Rasanya
ada gejolak dalam perasaanku ini. Aku berusaha menahan rasa marahku ini
padanya, aku nggak nyangka Raka bisa berkata seperti itu padaku. Seketika itu
aku langsung pergi meninggalkannya. Meninggalkannya sendiri dalam kesedihannya
itu.
Semenjak kejadian itu, aku sama sekali belum berbicara apa-apa lagi padanya. Saat bertemu dia pun, aku memilih untuk diam padanya. Rasanya teman yang dulu aku kenal itu, teman yang selalu riang, selalu bersamaku. Kini ia telah menjauhiku. Aku benar-benar nggak ngerti apa yang ada di pikirannya saat ini. Menjauhiku? Apa itu jalan keluarnya, Raka? Lamunanku berhenti saat hpku bergetar saat itu. Kubuka hpku dan ternyata...
Semenjak kejadian itu, aku sama sekali belum berbicara apa-apa lagi padanya. Saat bertemu dia pun, aku memilih untuk diam padanya. Rasanya teman yang dulu aku kenal itu, teman yang selalu riang, selalu bersamaku. Kini ia telah menjauhiku. Aku benar-benar nggak ngerti apa yang ada di pikirannya saat ini. Menjauhiku? Apa itu jalan keluarnya, Raka? Lamunanku berhenti saat hpku bergetar saat itu. Kubuka hpku dan ternyata...
1 message from
Raka. Seketika itu aku langsung membacanya. “Rara, aku minta maaf soal kejadian
waktu itu di kantin. Gara-gara kejadian itu, hubungan pertemanan kita jadi
renggang. Aku nggak tau kamu masih marah sama aku apa enggak. Yang jelas aku
minta maaf padamu atas kelakuanku waktu itu. Sebagai rasa maafku, aku mau
ngajak kamu makan nanti pas pulang sekolah. Kamu mau kan?”
Kumasukkan hpku
ke dalam tas. Aku tak mau membalas pesan dari Raka. Aku tak tau apa yang ada
dalam pikirannya saat ini. Iya meskipun ia telah meminta maaf padaku, tapi
rasanya hati ini masih berat untuk memaafkannya. Aku pergi ke kantin untuk
membeli makanan & aku pun pergi ke taman sekolah untuk menenangkan
pikiranku. Melihat keindahan taman sekolah, sejenak dapat melupakanku akan
masalahku dengan Raka. Tak lama kemudian teett..tett..teettt... bel masuk pelajaran
terakhir telah berbunyi. Segera aku berjalan menuju kelas dengan wajah yang
muram.
Sesampainya aku
di kelas, kubuka hpku saat itu. Saat kubuka ada 10 pesan dari Raka & 3
misscall darinya. Isi smsnya sama. Meminta maaf padaku & mengajakku makan.
Dengan berat hati aku langsung membalas pesan darinya :
“Iya, aku mau.”
“Iya, aku mau.”
Tanpa berpikir
panjang aku langsung mengirim pesan itu. Tak perlu mengetik pesan
panjang-panjang. Toh, dia pasti sudah mengerti kalau aku masih marah padanya.
Sepulang
sekolah Raka menungguku di depan sekolah dengan sepeda motornya. Ia mengajakku
ke kedai siomay kesukaanku yang letaknya tak jauh dari sekolah. Sesampainya
disana, Raka langsung memesan 2 porsi siomay. Aku masih diam saat itu, seketika
itu juga Raka langsung bertanya padaku, “Aku minta maaf Rara. Aku tau kamu
masih marah padaku atas sikapku yang terlalu kasar padamu. Maafkan aku ya
Rara.” katanya sambil tersenyum dihadapanku. Melihat senyumannya yang manis
itu, tak tega rasanya jika tidak memaafkannya. Aku pun langsung menganggukkan
kepalaku. “Tapi, kalau kamu udah maafin aku. Kenapa kamu masih murung? Apa kamu
nggak ikhlas maafin aku?” tanyanya penasaran. “Ehm enggak kok. Aku nggak
apa-apa. Aku udah maafin kamu. Aku senang melihatmu nggak sedih lagi.” kataku
seketika itu sambil tersenyum dihadapannya. Kalau boleh aku akui padamu,
Raka....aku sangat sedih kalau kita bertengkar kayak gini. Baikan lebih baik,
bukan? “Wei, kok malah diam? Ada apa?” sontak Raka langsung membuyarkan
lamunanku saat itu. Aku sontak menggeleng padanya. Tak lama pesanan kami
datang. Sudah lama rasanya makan bareng sama Raka. Hmm, hari ini bisa dibilang
hari yang paling bahagia buatku.
“Oh ya, ada
yang mau ceritain ke kamu. Berita yang paling membahagiakanku.” katanya sambil
tertawa lebar. “Apa itu?” tanyaku penasaran. “Kemarin, aku baru aja balikan
sama Putri. Kamu tau nggak, Rara. Aku seneng banget. Pokoknya mulai sekarang
aku akan menjaga hubunganku ini dengan Putri. Aku sangat sayang padanya jadi
aku nggak mau kehilangan dia untuk kedua kalinya.” katanya sambil tersenyum
riang. Seketika itu pun aku terdiam. Apa? Balikan? Raka sama Putri balikan? Apa
aku tak salah dengar? Kata-kata yang baru keluar dari mulutnya Raka begitu
menusuk hatiku. Apa yang tengah terjadi padaku? Kenapa aku tak begitu senang
mendengarnya? Apa aku selama ini.... Ahh, tidak mungkin.
“Rara, ada apa?
Kelihatannya kamu nggak begitu senang mendengarnya?” tanyanya. “Nggak apa-apa.
Aku senang kok. Senang sekali. Senang melihatmu bahagia kayak gini.” Mendengar
perkataanku, Raka langsung tersenyum bahagia. Senyumnya itu menandakan kalau ia
merasa sangat bahagia. Aku berusaha tersenyum dihadapannya. Meskipun itu adalah
sebuah senyuman palsu. Melihatmu bahagia kayak gini, aku cukup senang. Meskipun
kau tak tau apa yang tengah aku rasakan saat ini.
Sejak
pembicaraanku dengan Raka itu, aku memilih untuk mengurung diri di kamar sampai
malam. Aku hanya keluar saat makan malam saja. Di kamar, aku meraih sebuah buku
tulis–aku tidak terlalu memperhatikan itu buku tulis apa–yang telah berisi
setengah. Kubuka halaman yang masih kosong secara acak.
Lalu kutuliskan
semua isi hatiku disitu :
Apa yang
spesial darinya? Sehingga kau memilih untuk kembali kepadanya. Tak ingatkah kau
akan 1 hal? Dia...dia pernah menyakitimu dulu.
Lalu kubuka
lembaran kosong & aku tulis lagi disitu :
Apa...hatimu
sudah tertutup buat orang lain sehingga kau memilih kembali pada orang yang
pernah menyakitimu dulu. Kenapa kau tak bisa membuka hatimu buat orang lain?
Kubuka lembaran
kosong lagi & aku tulis lagi disitu :
Saat aku tau kau
tengah rapuh, aku berusaha mengobati luka itu. Tapi..tapi kenapa kau malah
memarahiku, Raka? Bahkan perkataanku saat itu, tak kau dengarkan sama sekali.
Apa yang harus aku lakukan? Apa aku harus memberikan senyuman palsuku itu lagi
diatas kebahagiaanmu? Aku tak bisa, aku tak bisa memungkiri kalau aku suka sama
kamu, Raka. Aku...aku telah terjebak dalam perasaanku sendiri padamu.
Kubuka lembaran
kosong lagi & aku tulis lagi disitu :
Apakah
mencintaimu adalah sebuah kesalahan bagiku?
Kututup buku
itu. Air mataku yang keluar saat itu juga tak bisa aku tahan. Biarkanlah air
mata ini menetes. Air mata ini telah mewakili hatiku merasakan akan kesedihan yang
aku alami saat ini.
Keesokan
harinya, di kelas. Raka meminjam buku tulis Ppknku karena ia belum sempat menyalin
materi kemarin. Tanpa berpikir panjang aku langsung meminjam bukuku pada Raka
& aku langsung meninggalkannya di kelas. Raka segera mengambil buku itu.
Memang Raka jarang mencatat materi yang diberikan oleh guru sehingga ia sering
meminjam bukuku.
Kali ini aku
mendapati sikap Raka yang tidak biasa padaku setelah waktu hampir menunjukkan
jam pulang sekolah. Tatapannya itu sungguh aneh padaku. Apa yang tengah terjadi
padanya? Sejak dari jam ke 4 pelajaran tadi ia sama sekali tak berbicara
sepatah kata pun padaku. Bahkan wajahnya cenderung muram.
Saat aku hendak
pulang, tiba-tiba Raka menarik tanganku tanpa berbicara sepatah kata pun
padaku. Ia membawaku ke lantai 2 sekolah. Apa maksudnya ini? Aku sama sekali
tidak mengerti mengapa Raka membawaku kesini.
“Aku mau tanya
sesuatu ke kamu. Kamu harus jawab jujur.” sambil mencondongkan badannya
dihadapanku. “Kamu kenapa sih? Serius amat bicaranya. Ada apa?” tanyaku
penasaran. “Apa benar tulisan-tulisan yang ada di buku tulis kamu ini benar
tulisan kamu?” katanya sambil mengeluarkan buku tulis itu yang ada dalam
tasnya. Aku sempat heran dengan tatapan wajahnya Raka padaku. “Tulisan? Tulisan
apa sih? Catatan materinya ada yang salah ya?” kataku. “Kau tak ingat tulisan
apa yang pernah kau tulis di halaman belakang buku tulismu itu?” sambil membuka
buku tulis itu. Semakin lama aku seperti orang bodoh yang tiba-tiba aku tak
dapat mengingat apa yang aku tulis sebelumnya.
“Apa maksudnya
ini, Rara? Ini bukan tulisan kamu kan?” tanyanya sambil menunjukkan tulisan itu
padaku. Saat aku membacanya, aku langsung terkejut. Rasanya aliran darah pada
nadiku sontak berhenti sejenak. Jantungku berdebar kencang saat itu. Aku tak
dapat berkata apa-apa waktu itu. Aku hanya bisa menundukkan kepalaku. Ya Allah,
apa yang harus aku katakan pada Raka?
“Ra, jawab
pertanyaan aku. Yang kamu tulis ini bohongan kan?” sambil menggoyang bahuku.
Apapun yang terjadi, aku harus katakan yang sebenarnya pada Raka. pikirku saat
itu juga. Sambil menarik nafas dalam-dalam aku mulai membuka mulutku & mulai
berkata, “Itu benar. Aku yang nulis semuanya.” Kataku seketika itu. Aku bisa
merasakan ada sedikit kekecewaan pada raut muka Raka setelah mendengar
perkataanku. Berbicara jujur padanya cukup membuat aku lega tapi disisi lain,
aku takut...aku takut kalau Raka akan menjauhiku. Beberapa menit berlalu, kami
berdua saling diam. Tak ada sepatah kata yang keluar dari mulut Raka. Aku pun
demikian, menangis adalah salah satu cara seseorang untuk mengekspresikan
perasaannya saat itu. Air mataku kembali menetes, air mata yang sama saat aku menulis
‘tulisan’ itu di bukuku.
“Raka..aku
minta maaf. Seharusnya aku sadar dari dulu kalau aku harus menghilangkan
perasaanku ini padamu. Tapi...aku tak berdaya. Perasaan itu...perasaan yang
salah itu tumbuh seiring berjalannya waktu. Aku...aku.” belum selesai aku
berbicara, Raka langsung memotong perkataanku. “Rara, kamu nggak salah. Aku
yang bodoh, selama ini aku nggak sadar akan hal ini. Aku terlalu egois
memikirkan diriku sendiri.” jawabnya. “Tapi Raka..” seketika itu Raka langsung
memegang bahuku. “Aku hargai perasaanmu itu padaku. Tapi maafkan aku, aku tidak
bisa membalas perasaanmu itu. Hatiku sudah ada yang memiliki. Tapi kau adalah
temanku, kau boleh anggap aku sebagai teman dekatmu tak lebih dari itu.”
Mendengarnya, sontak membuatku ingin memeluknya. Aku memeluk Raka seketika itu
juga & air mataku tak henti-hentinya menetes karena air mata ini adalah air
mata kebahagiaanku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar