I. PENDAHULUAN
Sebuah kegiatan belajar-mengajar
merupakan salah satu cara memenuhi fungsi pendidikan nasional yang mana untuk
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa dan martabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang cerdas, beriman dan percaya kepada Tuhan yang
Maha Esa. Usaha yang nantinya dapat dilakukan oleh seorang pendidik yang
berkualitas adalah memahami bagaimana peserta didiknya. Dalam kegiatan belajar
mengajar, anak adalah subjek dan objek dari kegiatan pengajaran. Kegiatan
pengajaran akan tercapai bila peserta didik berusaha aktif untuk mencapainya.
Belajar-mengajar adalah sebuah proses interaksi antara peserta didik dan guru.
Peranan guru sebagai pembimbing mengacu pada banyaknya peserta didik yang
bermasalah (Hamiyah dan Jauhar, 2014:14).
Masing-masing peserta didik memiliki
karakter yang berbeda antara satu dengan yang lain. Peserta didik dapat dilihat
dari perbedaan kemampuan masing-masing anak. Perbedaan perilaku ini bisa
dikarenakan perbedaan kemampuan. Perbedaan kemampuan ini ada yang menganggap
disebabkan oleh kemampuan manusia yang ditakdirkan tidak sama, ada pula yang
beranggapan karena perbedaan cara menyerap informasi dari suatu gejala
(Bangsawan, 2006:4). Atau dengan kata lain kecerdasan menjadi salah satu
penyebab masing-masing peserta didik memiliki perbedaan. Entah pembawaan sejak
lahir atau pendidikan serta pengalaman. Betapa tingginya nilai keberhasilan
seorang pendidik, program pengajara yang dilakukan secara baik dan sistematik
tidak dapat berjalan dengan baik jika pendidik tidak mengetahui bagaimana
perkembangan peserta didik yang dihadapinya. Oleh sebab itu, secara spesifik
pendidik harus mengetahui bagaimana anak didiknya secara mendalam. Perlu dilakukannya
evaluasi terpusat dari bagaimana memahami dimensi, tugas-tugas, tahapan
perkembangan bahkan sampai pada problema peserta didik yang sering terjadi.
Sebagai pedoman dalam pencapaian setiap kegiatan belajar-mengajar, pengajar
diwajibkan mampu merumuskan tujuan pembelajarannya serta memahami karakteristik
perilaku dan kemampuan peserta didiknya.
II. RUMUSAN
MASALAH
1. Bagaimana
masa perkembangan pada masa bayi ?
2. Bagaimana
masa perkembangan kanak-kanak ?
3. Bagaimana
masa perkembangan remaja ?
4. Bagaimana
masa perkembangan dewasa ?
III. PEMBAHASAN
`1.
Masa Bayi
Manusia dilahirkan dalam keadaan yang
sepenuhnya tidak berdaya dan harus menggantungkan diri pada orang lain,
terutama ibunya. Seorang anak memerlukan waktu yang cukup lama sebelum bisa
berdiri sendiri. Seekor anak ayam, begitu menetas dari telurnya bisa mencari
makan sendiri. Seorang anak itik langsung bisa berenang dalam kurun waktu
beberapa minggu. Anak simpanse (sejenis kera) hanya beberapa bulan bergantung
pada ibunya. Berbeda pada manusia yang memerlukan sedikitnya beberapa belas
tahun sebelum ia berdiri.
a. Neonatal
(masa bayi baru lahir)
Ini merupakan masa premature bayi dan
pascamatur, maka jelaslah bahwa tidak semua bayi menunjukan tingkat
perkembangan fisik dan mental yang sama. Uraian tentang neonate berikut ini
adalah mengenai bayi normal yang cukup umur.
Emosi bayi neonatal, reaksi emosional
hanya dapat diuraikan sebagai keadaan
menyenangkan dan tidak menyenangkan. Yang ditandai oleh tubuh yang tenang dan
kedua ditandai oleh tubuh yang tegang. Emosi disini tidak adanya tingkat reaksi
yang menunjukkan tingkat intensitas yang berbeda. Apapun rangsangannya, yang
dihasilkan adalah emosi yang kuat tiba-tiba.
Emosi primer adalah emosi yang dimiliki
oleh manusia dan binatang, emosi ini diekspresikan dalam enam bulan pertama
kehidupan bayi manusia. Emosi primer mencakup terkejut, tertarik, gembira,
marah, sedih, takut, dan jijik. Emosi sadar diri memerlukan kewaspadaan diri
yang melibatkan kesadaran dan rasa “keakuan”. Emosi sadar diri mencakup cemburu,
empati, pemalu, bangga, menyesal, dan rasa bersalah, yang kebanyakan muncul
pertama kali pada paruh kedua tahun pertama hingg tahun kedua. Ekspresi emosi
dan relasi sosial interaksi-interaksi antara orang tua da bayi bersifat timbal
balik, interaksi ini dinyatakan resiprokal atau sinkron ketika semua
berlangsung baik. Orang tua yang peka dan responsip akan membantu bayi mereka
menumbuhkan emosinya, ketika berespon melalui cara yang sedih ataupun gembira.
Tangisan dan senyuman adlahh dua ekspresi emosi yang diperlihatkan bayi ketika
berinteraksi dengan orang tua.tangisan pertama bayi membuktikan adanya udara
dalam paru-paru bayi. Senyuman berperan kritis sebagai alat pengembangan
keterampilan, sosial baru dan merupakan sinyal sosial yang penting.
Kepribadian bayi disini dipengaruhi oleh
lingkungan, lingkungan disini adalah dimana ketergantungan pada ibunya, misal
ketika ibu memiliki penyakit keras atau ibu berada dalam tekanan yang cukup
lama makaakan membuat bayi menjadi mudah marah.
b. Masa
Bayi Pasca Natal
Masa bayi ini merupakan masa
ketakberdayaan dan kebergantungan dimana pada waktu itu fungsi bayi hanya
semata-mata tertuju kepada pemuasan kebutuhan fisiknya. Masa ini biasanya
berlangsung dari kelahiran samapi usia 2 tahun. Dimana bayi telah mengenal
lingkungan terdekat. Pada
usia 2 atau 3 tahun seorang anak mulai melihat kemampua-kemampuan tertentu pada
dirinya. Sikap terhadap orang tua mulai berubah. Pada masa ini seorang anak
merasakan pada satu sisi membutuhkan sosok orang tua dan pada sisi yang lain
rasa ke-aku-annya mulai tumbuh dan ia ingin mengikuti kehendaknya sendiri.
Selama beberapa bulan masa bayi, keadaan tidak berdaya itu secara
bragsur-angsur akan menurun. Akan tetapi tidak berarti bahwa keadaan tidak
berdaya secara cepat menghilang dan bayi menjadi mandiri, melainkan setiap
hari, setiap minggu dan setiap bulan bayi semakin mampu mandiri sehingga saat
masa bayi berakhir pada ulang tahun kedua, ia menjadi seorang manusi yang
berbeda dengan awal masa bayi.
Lamanya waktu bayi harus bergantung pada orang lain inilah yang membuat ia
punya kesempatan paling banyak untuk mempersiapkan dirinya dalam
perkembangannya sehingga pada akhirnya taraf perkembangan manusia adalah hal
yang tertinggi.
Kualitas
seorang anak dapat dinilai dari proses pertumbuhan dan perkembangannya sejak
masa bayi,oleh sebab itu masa tersebut perlu perhatian lebih termasuk proses
perkembangan fisik maupunpsikologis. Salah satu perkembangan fisik yang perlu
diperhatikan yaitu perkembangan motorik, yangterdiri dari perkembangan motorik
halus dan motorik kasar. Beberapa hal yang berkaitan denganperkembangan adalah
keadaan tubuh baik kualitatif maupun kuantitatif yang berubah secara
teratur,progresif dan koheren atau dikenal dengan pertumbuhan Salah satu metode
untuk mengukurpertumbuhan adalah penggunaan ukuran antropometri. Beberapa hasil
penelitian mengungkapkanbahwa anak yang mengalami hamatan pertumbuhan menjadi
tidak aktif, apatis, pasif, dan tidakmampu berkonsentrasi. Kondisi tersebut
akan berakibat pada terlambatnya perkembangan motorikkasar. Tujuan penelitian
ini untuk melakukan kajian terhadap ukuran antropometri tubuh yangmenjadi
pemicu proses pertumbuhan dan perkembangan motorik kasar anak balita.
Populasipenelitian adalah seluruh balita di Posyandu “Balitaku Sayang”
Kelurahan Jangli KecamatanTembalang Kota Semarang, sebanyak 160 orang. Sampel
diambil secara purposiv sebanyak 80 balita .Hasil penelitian menunjukkan bahwa
ukuran antropometri yang berhubungan dengan perkembanganmotorik kasar adalah
tinggi badan dalam bentuk indeks tinggi badan berdasarkan umur (TB/U) danindeks
massa tubuh berdasarkan umur (IMT/U).
A. Perkembangan
Emosi dan Kepribadian
a. Perkembangan
Emosi
Emosi adalah perasaan atau efek, yang terjadi ketika
seseorang berada dalam suatu kondisi atau sedang terlibat dalam interaksi yang
penting baginya. Emosi ditandai oleh perilaku yang mencerminkan
(mengekspresikan) rasa senang atau tidak senang individu dalam suatu kondisi
atau suatu transaksi. Para psikolog beranggapam bahwa emosi, khususnya ekspresi
wajah dari emosi, memiliki landasan biologis. Evolusi biologis telah
menganugerahkan manusia sifat emosional namun budaya dan relasi mempengaruhi
variasi dari pengalaman-pengalaman emosional. Emosi memainkan peranan penting
dalam mempengaruhi relasi orang tua-anak.
b. Temperamen
Temperamen adalah perbedaan individual
dalam gaya perilaku,emoskarakteristik respons. Chess dan Thomas
mengklasifikasikan bayi sebagai (1) bertemperamen mudah, (2) bertemperamen
sulit, dan (3) bertemperamen lambat. Kagan menyatakan bahwa inhibisi dalam
situasi yang tidak familiar merupakan suatu kategori temperamen yang penting.
Pandangan Rothbart dan bates mengenai temperamen mengedepankan klasifikasi ini
: ekstaversi dan surgensi, (2) efektivitas negatif (3) kendali di upayakan
(regulasi diri). Karakteristik fisiologis berkaitan dengan perbrdaan
temperamen. Anak memiliki fisiologi yang menjadikannya bias dalam memiliki temperamen
tertentu namun mereka dapat belajar melalui pengalaman untuk memiliki suatu
temperamen dalam skala tertentu.
c. Perkembangan
kepribadian
Menurut Erikson, satu tahun pertama
kehidupan bayi ditandai oleh tahap percaya versus tidak percaya. Bentuk sederhana
dari pengenalan diri terjadi di usia 3 bulan, namun bayi mengembangkan bentuk
yang lebih lengkap dan penting dari pengenalan diri di usia sekitar 18 bulan.
Kemandirian menjadi sebuah tema penting dalam tahun kedua dari dari kehidupan.
Erikson memfokuskan bahwa tahun kedua dari kehidupan ditandai oleh tahap
otonomi versus rasa malu dan ragu-ragu.
B. Orientasi
/Pemahaman Sosial dan Kelekatan
a. Orientasi
Pemahaman Sosial
Bayi menunjukkan minat kuat terhadap
dunia sosial dan termotivasi untuk memahaminya. bayi mengorientasikan dunia
sosial secara dini dalam perkembangannya. Aktivitas bermain bertatapan muka
bersama pengasuh mulai terjadi di sekitar usia 2 hingga 3 bulan. Keterampilan
lokomotor yang baru berkembang sangat memperluas kemampuan bayi untuk mencetuskan
interaksi sosial dan mengekplorasi dunia sosialnya secara lebih mandiri.
b. Kelekatan
dan Perkembangannya
Kelekatan adalah ikatan emosional yang
dekat antara dua orang. Di masa bayi, hubungan yang nyaman dan dilandasi oleh
rasa percaya merupakan hal penting bagi perkembangan kelekatan. Teori etologis
Bowlby mengedepankan bahwa pengasuh dan bayi memiliki predisposisi biologis
untuk membentuk kelekatan.
c. Perbedaan
Individual dalam Kelekatan
Bayi dengan kelekatan aman akan
menggunakan pengasuh, biasanya ibu, sebagai basis rasa aman dalam
mengeksplorasi lingkunngannya. Tiga jenis kelekatan yang tidak aman adalah
menghindar, menolak, dan tidak teratur. Ainsworth menyusun situasi asing
sebagai suatu cara untuk mengukur kelekatan. Ainsword berpendapat bahwa kelekatan
aman di satu tahun pertama kehidupan memberikan dasar yang kuat bagi
perkembangan psikologis di kemudian hari.
d. Gaya
Perawatan dan Kelekatan
Bayi yang aman memiliki pengasuh yang
peka terhadap tanda-tanda yang diberikannya dan secara konsisten hadir untuk
memenuhi kebutuhan bayi. Para pengasuh dari bayi bertemperamen menghindar
cenderung tidak hadir atau menolaknya. Pengasuh dari bayi bertemperamen menolak
cenderung hadir secara tidak konsisten dan biasanya tidak bersikap cukup
hangat. Pengasuh bayi bertemperamen tidak teratur sering kali menolak atau
melakukan kekerasan fisik kepada bayi.
5. Masa
Kanak-kanak
a. Masa
Kanak-kanak Awal
Inilah dimana masa usaha sosialisasi
benar-benar dilakukan. Emosi awal anak sangat kuat, saat ini merupakan saat ketidakseimbangan
karena anak-anak “keluar dari fokus”, dalam arti ia mudah terbawa
ledakan-ledakan emosional sehingga sulit dibimbing dan diarahkan. Hal ini tampak
mencolok pda usia 2-6 tahun.
Pada masa ini, anak mulai menyadari individualitasnya, dan dia dihadapkan
dengan masalah kekuasaan dan disiplin. Pada awal masa kanak-kanak dia sudah
mulai memperlihatkan bahwa dia tidak begitu bergantung lagi seperti pada masa
sebelumnya, sebaliknya dia memperlihatkan sikap otonominya dalam hal gerak,
bisa mengurusi dirinya sendiri dala kebutuhan-kebutuhan yang sederhana, dan
perkembangan tingkah laku sosial.
Selama masa ini keluarga merupakan lingkungan
tempat anak itu mengembangkan ketrampilan-ketrampilan sosial dan mulai belajar
mengontrol tingkah lakunya sesuai dengan norma-norma yang ditetapkan baginya.
Persetujuan dan celaan orang tua menjadi pedoman utama untuk bertingkah laku,
dan cara orang tua memakai norma-norma tersebut merupakan salah satu faktor
yang sangat menentukan perkembangan kepribadian. Anak-anak
yang kurang mendapat perhatian orang tua kebanyakan menjadi pemurung, tidak
bersemangat dan daya tangkapnya kurang baik sehingga, perkembagan kecerdasannya
pun terbelakang.
Pada masa ini Emosi sosial anak memiliki
berbagai latar belakang:
1. Kondisi
Fisik
Apabila kondisi
keseimbangan tubuh terganggu karena kelelahan kesehatan yang buruk atau
perubahan yang berasal dari perkembangan maka akan mengalami emosional yang
sangat meningkat.
2. Kondisi
psikologi
Adanyatingkat
inteligensi, tingkat aspirasi dan kecemasan.
3. Kondisi
Lingkungan
Ketegangan yang
terus-menerus, jadwa yang ketat, dan terlalu banyaknya pengalaman
menggelisahkan yang merangsng anak secara berlebihan akan berpengaruh pada
emosi anak.
b. Akhir
Masa Kanak-kanak
Akhir masa kanak-kanak biasanya mulai pada
usia 6 tahun saatnya individu menjadi matang secara seksual, ditandai oleh
kondisi yang sangat mempengaruhi penyesuaian pribadi dan penyesuaian social
anak.
pada saat anak mulai mengenal lingkungan yang lebih luas (sekolah, anak-anak
tetangga, dll). Ini adalah masa yang ditandai dengan pertumbuhan fisik yang
kuat dan munculnya kemampuan-kemampuan intelektual yang sangat penting. Pada
akhirnya masa kanak-kanak, anak memperluas lingkungan kegiatan sosialnya diluar
kalangan keluarga.
Pada masa ini anak menghadapi pengalaman
bersaing. Kegagalan-kegagalan dan penolakan-penolakan sangat berarti baginya.
Denga bertambahnya perhatian terhadap tingkah laku etis dan moral, maka anak
didorong oleh perasaan akan kewajiban dan prestasii. Minatnya beranekaragam
pada masa khayalan, tetapi da sering menguji khayalannya dengan bekerja dan
bermain. Dia meniru kehidupan orang dewasa dengan tujuan supaya dia dapat
mengungkapkan dan memahami peran-peran orang dewasa dalam masyarakat.
Pendapat orang tuanya sekarang bukanlah
satu-satunya pendapat yang haus dituruti karena ia mulai mendengar
pendapat-pendapat orang lain (guru, kawan-kawan dsb), yang kadang-kadang
berbeda atau bertentangan dengan pendapat orang tuanya. Karena itu ia mulai
lagi suka membantah dan tidak mau menuruti kata orang tuanya. Masa Negativistik
Kedua sering dijumpai dengan adanya tempertantrum
yaitu perilaku mengamuk, menangis, menjerit, merusak, menyerang dan
menyakiti diri sendiri, yang dilakukan apabila ada kehendak-kehendak yang tidak
terpenuhi.
Anak-anak yang kurang mendapat perhatian dari orang tuanya kebanyakan menjadi
pemurung, tidak bersemangat, dan mempunyai daya tangkap kurang baik. Karena itu
perkembangan kecerdasannya pun terbelakang.
Pengaruh orang tua dan lingkungan masa
kanak-kanak ini tidak berhenti di masa kanak-kanak saja, tetapi berlangsung
terus, kadang-kadang sampai seumur hidup khususnya pengaruh yang yang berupa
pengalaman-pengalaman yang menegangkan, menakutkan, menggoncangkan,
membahayakan, dll. Pengaruh pengalaman masa anak-anak kadang-kadang tidak
dirasakan atau disadari oleh orang yang bersangkutan, karena semua itu disimpan
dalam alam ketidaksadarannya, tetapi dapat timbul dalam tingkahlaku-tingkahlaku
yang aneh, yang lain daripada tingkahlaku normal dan yang tidak dimengerti oelh
pelakunya sendiri.
Dalam satu
dekade terakhir terdapat perkembangan dalam bidang pendidikan khususnya terkait
berdirinya sekolah-sekolah berasrama baik dengan mengusung kurikulum tambahan
dalam keagamaan maupun berbasis nasionalisme. Hal ini tidak terlepas dari
adanya keresahan para orang tua terhadap perkembangan pergaulan remaja,
maraknya peredaran narkoba, keamanan kota metropolitan maupun daerah, menjadi
alasan sebagian orangtua menyekolahkan anak-anaknya di sekolah berasrama
(boarding school). Penelitian ini merupakan kajian tentang hubungan antara
dukungan sosial orang tua dan penyesuaian sosial di lingkungan sekolah dengan
prestasi akademik siswa boarding school. Sampel penelitian adalah terdiri dari
92 siswa kelas VIII Sekolah Menengah Pertama Islam Terpadu (SMPIT) Assyfa
Boarding School Kabupaten Subang Jawa Barat. Metode penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan teknik studi korelasional
(correlation study) dengan dua independent variable, yaitu dukungan sosial
orang tua dan penyesuaian sosial di lingkungan sekolah serta satu dependent
variable, yaitu prestasi akademik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang signifikant antara dukungan sosial orang tua dengan prestasi
akademik, yaitu sebesar 0.820. Artinya, semakin besar dukungan sosial orang tua
yang dipersepsi siswa, semakin baik prestasi akademik yang dapat dicapai siswa.
Kajian lebih dalam tentang hubungan dukungan sosial orang tua dalam bentuk
instrumental support dengan prestasi akademik menunjukkan nilai korelasi
sebesar 0.798 dan hubungan dukungan sosial bentuk emotional support dengan
prestasi akademik adalah sebesar 0.654. Sementara berdasarkan nilai korelasi
0.112 pada hubungan antara penyesuaian sosial di lingkungan sekolah dengan
prestasi akademik menunjukkan tidak adanya hubungan antara penyesuaian sosial
di lingkungan sekolah dengan prestasi akademik. Dengan kata lain terdapat
faktor-faktor lain di luar penyesuaian sosial di lingkungan sekolah baik faktor
internal maupun faktor eksternal yang berhubungan dengan prestasi akademik
siswa meskipun penyesuaian sosial di lingkungan sekolah merupakan bagian yang
penting dalam perkembangan seorang remaja.Kata kunci: boarding school, dukungan
sosial orang tua, penyesuaian sosial, prestasi akademik
Hubungan dengan kawan-kawan sebaya di
luar sekolah lambat laun menghilangkan rasa malu-malunya. Anakakan menjadi
pemberani dan belajar hidup dalam lingkungan di mana ia tidak menjadi pusat
perhatian. Ia harus cukup berani mempertahankan haknya, sebaliknya ia juga
harus mau mengakui hak orang lain. Ia pun harus mau bekerja sama dengan anak
lain. Tingkahlaunya mulai diatur oelh norma-norma sosial, misalnya peraturan
sekolah mengharuskan ia memakai seragam sekolahnya, ia harus berlaku formal dalam
kelas dan sebagainya.
1. Perkembangan
Fisik dan Kognitif di Masa Kanak-Kanak Awal
Perkembangan
Emosi dan kepribadian
a. Diri
(Self)
Menurut teori eriskon, masa kanak-kanak
awal merupakan suatu periode di mana perkembangan yang berlangsung melibatkan
penyelesaian konflik inisiatif versus rasa bersalah. Pemahaman diri yang
sederhana dari para bayi yang baru belajar berjalan berkembang menjadi
representasi diri dari anak-anak prasekolah dalam hal gambaran tubuh,
kepemilikan material, dan aktivitas fisik.
b. Perkembangan
Emosi
Di masa kanak-kanak awal, rentan emosi
anak-anak kecil meluas seiring dengan meningkatnya pengalaman emosi-emosi sadar
diri seperti bangga, malu, dan rasa bersalah.anak-anak usia dua dan tiga tahun
menggunakan lebih banyak istilah untuk mendeskripsikan emosi dan lebih banyak
belajar mengenai berbagai penyebab dan konsekuensi dari perasaan.
c. Perkembangan
Moral
Perkembangan moral melibatkan pikiran,
perasaan, dan tindakan dalam mempertimbangkan kaidah-kaidah serta
peraturan-peraturan menegenai apa yang seharusnya dilakukan seseorang ketika
berinteraksi dengan orang lain.
2. Perkembangan
Sosiometri di Masa Kanak-Kanak Pertengahan dan Akhir
Perkembangan
Emosi dan Kepribadian
a. Diri
Pada masa kanak-kanak menengah dan akhir, diri
internal (internal self), diri sosial (sosial self), serta diri yang
diperbandingkan secara sosial (sosially comprative self) menjadi menonjol.
Konsep diri merujuk pada domain evaluasi yang spesifik menegenai diri.penghargaan
diri merujuk pada evaluasi global mengenai diri, yang juga menyangkut martabat
diri (self worth) dan gambaran diri (self image). Memiliki kaitan yang kuat
dengan inisiatif.
b. Perkembangan
Emosi
Perubahan perkembangan dalam emosi dapat menyangkut
pemahaman terhadap emosi-emosi yang kompleks seperti bangga dan malu,
mendeteksi bahwa ada lebih dari sebuah emosi yang dapat dialami di dalam sebuah
situasi khusus, mempertimbangkan lingkungan yang dapat menggiring pada reaksi
emosional, memperbaiki kemampuan menekan dan menguapkan emosi-emosi negatif,
serta menggunakan inisiatif diri untuk mengarahkan kembali perasaan-perasaan
yang ada.
c. Perkembangan
Moral
Kohlberg berpendapat bahwa perkembangan moral
terdiri dari tiga level – prakonvensional, konvensional, dan poskonvensional.
Pengaruh pada perkembanagn tahap-tahap mencakup perkembangan kognitif, imitasi
dan konflik kognitif, relasi dengan kawan sebaya, dan perspektif melihat sudut
pandang orang lain.
Kawan-kawan Sebaya
a. Perubahan
Perkembangan
Perubahan perkembangan yang menyangkut relasi dengan
kawan-kawan sebaya di masa kanak-kanak pertengahan dan akhir adalah
meningkatnya preferensi terhadap kelompok kawan yangbberjenis kelamin sama,
meningkatnya waktu yang digunakan dalam interaksi dengan kawan sebaya dan
ukuran kelompok, serta berkurangnya supervisi dari orang dewasa terhadap
aktivitas kelompok.
b. Kognisi
Sosial
Anak-anak
yang populer sering kali dipilih sebagai kawan terbaik dan jarang tidak di
sukai oleh kawan-kawannya. Anak-anak rata-rata memperoleh angka rata-rata.
c. Status
Kawan-Kawan Sebaya
Keterampilan
dalam pemrosesan informasi sosial dan pengetahuan sosial memiliki dua dimensi
penting dalam kognisi sosial di dalam relasi kawan-kawan sebaya.
d. Bullyng
Terdapat
sejumlah anak-anak yang mengalami bullying dan hal ini dapat memberikan dampak
negatif jangka pendek dan jangka panjang pada korban maupun pelaku.
e. Sahabat
Seperti
halnya kawan-kawan orang dewasa, anak-anak yang saling bersahabat cenderung
sama satu sama lain. Persahabatan pada aank-anak memiliki enam fungsi :
kebersamaan, stimulasi, dukungan fisik, dukungan ego, perbandingan soasial, dan
intimasi/efeksi.
6. Masa
Remaja
Masa Negativistik ketiga terjadi pada
masa remaja dimulai pada usia 12-17/18 tahun. Masa remja ini ditandai dengan
munculnya serangkaian perubahan fisiologis yang kritis, yang membawa individu
pada kematangan fisik dan biologi.
Anak dalam perkembangan kepribadiannya selalu membutuhkan seorang identifikasi.
Identifikasi berarti dorongan untuk menjadi identik atau sama dengan orang
lain. Dalam proses identifikasi anak mengambil alih (biasanya dengan tidak
disadari oleh anak) perilaku, kebiasaan, sikap, norma dan nilai dari tokoh
identifikasi. Jadi, dalam proses identifikasi anak tidak saja ingin menjadi
identik secara lahiriyah tetapi, terutama secara batin.
Ketika anak melakukan identifikasi
dengan latar belakang keluarga yang broken home, atau kata lain keluarga yang
terpisah (salah satu orang tua jarang dirumah) hal itu dapat menyebabkan anak
tidak memiliki tokoh yang tertentu untuk
diidentifikasi. Maka dapat menyebabkan anak mudah terpengaruh dan terjerumus
dalam kenakalan remaja, pergaulan bebas, seks bebas dll. Untuk mencegah hal
tersebut perlu adanya tokoh pengganti seperti (paman, nenek, pengasuh) meski
hal itu tidak sepenuhnya dapat mengganti peran orang tua, setidaknya dapat
memenuhi sebgaian kebutuhan identifikasi anak (terutama pra-Remaja) sehingga
ketika beranjak remaja atau dewasa mereka dapat tumbuh sebagai orang yang mampu
menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungannya.
Usep
SupriyatnaïAbstrak : Dalam
psikologi perkembangan, masa remaja (remaja awal dan remaja akhir) adalah masa
yang penuh emosi, secara psikologis, masa ini ditandai dengan kondisi jiwa yang
labil, tidak menentu dan biasanya susah mengendalikan diri sehingga
pengaruh-pengaruh negatif seperti perilaku-perilaku menyimpang akibat dari
pergeseran nilai mudah mempengaruhi jiwa remaja dan menimbulkan gejala baru
berupa krisis akhlak.Krisis akhlak yang melanda sebagian remaja saat ini,
merupakan salah satu akibat dari perkembangan global dan kemajuan IPTEK yang
tidak diimbangi dengan kemajuan moral akhlak. Perilaku remaja yang cenderung
lekas marah, kurang hormat terhadap orang tua, bersikap kasar, kurang disiplin
dalam beribadah, menjadi pemakai obat-obatan, terjerumus dalam perilaku sex
bebas serta perilaku yang menyimpang lainnya telah melanda sebagian besar
kalangan remaja. Keluarga (terutama orang tua) sebagai orang terdekat merupakan
faktor utama untuk membantu para remaja dalam menghadapi krisis akhlak
sebagaimana yang dikemukakan di atas. Pendidikan akhlak berupa bimbingan,
arahan, nasehat, disiplin yang berlandaskan nilai-nilai ajaran agama Islam
harus senantiasa ditanamkan dan dikembangkan orang tua terhadap para remaja
dalam kehidupan keluarga. Kata Kunci : Peran, pendidikan, keluarga, akhlak
Selain orang tua, saudara juga sangat
mempengaruhi adanya tingkah laku dari anak tersebut. Tidak jarang antar saudara
itu memiliki rasa saling iri dalam suatu hal disinilah peran penting orang tua untuk
bijaksana dalam menjaga hubungan antar saudara.
Adapun ciri kepribadian
menurut Adler :
1.
Bertanggung Jawab (Anak Sulung)
2.
Mudang bergaul (Anak pertengahan/ anak
kedua)
3.
Manja (anak bungsu)
4.
Dapat aktif dalam kegiatan sosial (anak
dalam keluarga besar)
5.
Teliti (hati-hati dan mudah menangkap
sesuatu yang baru juga dalam keluarga besar)
6.
Isolasi (mengurus diri sediri ; pada
anak dari keluarga yang terlalu besar)
7.
Tidak bertanggung jawab (pada keluarga
yang terlalu besar)
8.
Sakit-sakitan (merupakan usaha untuk menarik
perhatian orang tua).
Tingkat-tingkat
perkembangan dalam masa remaja dapat dibagi-bagi dengan berbagai cara. Salah
satunya dilakukan oleh Stolz (1951) adalah sebagai berikut:
1) Masa
pra-puber : satu atau dua tahun sebelum masa remaja yang sesungguhnya. Anak
menjadi gemuk, pertumbuhan tinggi badan terhambat untuk sementara.
2) Masa
puber, atau masa remaja : perubahan-perubahan sangat nyata dan cepat. Anak
wanita lebih cepat memasuki masa inidaripada pria. Masa ini lamanya berkisar
antara dua setengah samapai tiga setengah tahun.
3) Masa
post-puber : pertumbuhan yang cepat sudah berlalu, tetapi masih nampak
perubahan-perubahan tetap berlangsung pada beberapa bagian badan.
4) Masa
akhir puber : melanjutkan perkembangan sampai tercapai tanda-tanda kedewasaan.
Seluruh proses ini berlangsung selama 9
sampai 10 tahun. Pada anak-anak wanita dimulai sebelum umur belasan tahun dan
pada pemuda diakhiri pada awal umur dua puluhan.
7.
Masa Remaja (Pendewasaan)
Masa Remaja merupakan
masa transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa. Masa transisi seringkali
menghadapkan individu yang bersangkutan kepada situasi yang membingungkan,
disatu pihak ia masih kanak-kanak, tetapi dilain pihak ia sudah harus
bertingkah laku seperti orang dewasa. Situasi-situasi yang menimbulkan konflik
seperti ini, sering menyebabkan perilaku-perilaku yang aneh, canggung dan kalau
tidak kontrol bisa menjadi kenakalan. Dalam usaha mencari identitas dirinya
sendiri, seorang remaja sering membantah pendapat orang tuaya, karena mereka
mulai memiliki pendapat sendiri, cita-cita serta nilai-nilai sendiri yang
berbeda dengan orang tuanya. Menurut
pendapatnya orang tua tidak lagi dapat dijadikan pegangan, sebaliknya untuk
berdiri sendiri ia belum cukup kuat, karena itu mudah terjerumus ke dalam
kelompok remaja dimana anggotanya adalah teman sebaya yang mempunyai masalah
yang sama.
Menghadapi remaja,
orangtua secara bijaksana harus sedikit demi sedikit melepaskan kontrolnya,
agar anak tersebut benar-benar dapat berdiri sendiri kalau dewasa. Orangtua
yang mau mempertahankan otoritasnya meskipun anak sudah dewasa, akan menghadapi
kenyataan bahwa anak tersebut selamanya akan tetap bergantung pada orangtuanya,
tidak pernah menjadi dewasa sepenuhnya dalam kepribadiannya.
Remaja bersikap
ambivalen yaitu disuatu pihak ingin
diperlakukan sebagai anak kecil, namun dipihak lain ingin diperlakukan dan diakui sebagai orang
dewasa meski segala kebutuhan masih minta dipenuhi oleh orang tuanya.
Perubahan yang bersifat universal yang terjadi pada
remaja baik fisik, perilaku, sikap dan keadaan fisiknya diantaranya:
1) Meningkatkan
emosi yang biasanya berhubungan dengan perubahan fisik.
2) Perubahan
bentuk tubuh, minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosialnya.
3) Dengan
perubahan minat dan perilakunya, maka nilai juga berubah. Apa yang dianggap
penting pada masa kanak-kanak sudah tidak dianggappenting lagi.
4) Umumnya
remaja bersifat ambivalen terhadap setiap perubahan, karena mereka menuntut dan
menginginkan kehebatan, tetapi pada saat yang bersamaan ia sering takut dengan resiko dan tanggung
jawab yang harus dipikulnya.
Secara psikologi pada
usia remaja ini anak memiliki banyak sekali perubahan dalam psikologis seperti
emosi yang tidak stabil, perasaan kosong, masalah otonomi dan disiplin,
mementingkan diri sendiri, canggung bergaul dan gerak kaku, cita-cita tinggi,
membentuk kelompok dan budaya kelompok, hubungan heteroseksual, memiliki
keinginan besaruntuk eksplorasi, eksperimentasi dan pilihan pekerjaan.
8.
Masa Dewasa
Tidak
ada satu periode pun dalam perkembangan yang tidak ada problemnya. Demikian
pula dengan masa dewasa. Memasuki alam kedawasaan, seorang laki-laki harus
mempersiapkan diri untuk dapat hidup dan menghidupi keluarganya. Harus mulai
bekerja mencari nafkah dan membina kariernya. Kaum wanita juga ingin
mempersiapkan diri untuk berumah tangga, disamping itu ia selalu menghadapi
risiko untuk menjadi “perawan tua”, kalau belum mendapat pasangan pada umur
tiga puuhan. Kalau ia berhasil mendapatkan suami, maka timbul pula
problem-problem keluarga dan problem-problem mengenai anak-anaknya. Demikian
seterusnya problem-problem itu selalu berdatangan.
Dalam kehidupan
bermasyarakat, tentulah laki-laki dan perempuan memiliki peranan yang berbeda.
Laki-laki mencari nafkah, agresif dan dominan, sedangkan perempuan pengurus
rumah tangga, pasif dan lebih submisif. Perilakunyapun berbeda, pria lebih
kasar, perempuan lebih halus.
Perbedaan itu ternyata
bukan hanya dipengaruhi oleh faktor biologis namun juga faktor budaya.
Penyelidikan oleh Margareth Mead di papua New Guinea membuktikan bahwa peranan
masyarakat jauh berbeda antara perempuan dan laki-laki berbeda ditempat kita.
Penelitia di tiga suku :
1.
Suku Arapesh : lelaki dan perempuan
berfungsi sama, dengan ciri perilaku yang kewanitaan (“kewanitaan’ dalam ukuran masyarakat kita, lemah lembut, pasif,
resesif, dan tidak mengenal perang.
2.
Suku Mundugumor : lelaki dan perempuan
berfungsi sama, dengan ciri perilaku yang kejantanan, kasar, agresif, dan
seterusnya, yang di masyarakat kita umumnya merupakan perilaku lelaki.
3.
SukuTchambuli : fungsi lelaki dan
perempuan berbeda, tetapi merupakan kebalikan dari pada kebudayaan kita.
Perempuannya lebih agresif dan merekalah yang mengatur pkerjaan sehari-hari.
Para lelaki lebih pasif, emosional, tugasnya menjaga anak-anak dirumah dan
selalu tergantung pada istrinya. Bahkan kalau istrinya melahirkan, suaminya pun
merasa sakit.
Saat-saat yang paling
produktif pada masa hidup seseorang adalah berbeda-beda, tergantung pada jenis
pekerjaan dan individu yang bersangkutan. Pada pekerjaan-pekerjaan yang
membutuhkan kekuatan, kecepatan, dan kecermatan gerak, usia yang paling
produktif adalah sekitar 25-29 tahun. Untuk lapangan-lapangan pekerjaan lain
seperti ilmu pengetahuan, kesusastraan, dan kesenian, usia yang paling
produktif adalah sekitar 30-40 tahun, namun masih tergantung pula pada lapangan
pekerjaan dan keadaan kebudayaan. Pada beberapa pria gejala usia 40 tahun
tampak seperti tingkah laku remaja kembali (senang bersolek, jatuh cinta lagi,
pemarah, emosional, dan sebagainya) sehingga oleh orang awam pria semacam itu
sering dijuluki “remaja kedua”. Pada perempuan kelihatan depresi (murung),
cepat marah yang biasanya mengikuti perasaan cemas karena kawatir kehilangan
kasih sayang suami terutama yang telah mengalami menopause.
A. Dewasa
awal
Dewasa awal adalah masanya bekerja dan
jatuh cinta, terkadang hanya menyisakan sedikit untuk hal-hal lainnya. Bagi
kebanyakan individu, menjadi orang dewasa melibatkan periode transisi yang
panjang, transisi dari remaja ke dewasa diebut pula masa beranjak dewasa
(emerging adulthood) yang terjadi dari usia 18-25 tahun. Masa ini ditandai oleh
eksperimen dan eksplorasi. Pada titik ini dalam perkembangan mereka, banyak
individu masih mengeksplorasi jalur karier yang ingin mereka ambil, ingin
menjadi individu seperti apa, dan gaya hidup seperti apa yang mereka inginkan,
hidup melajang, hidup bersama, atau menikah.
Perkembangan Sosioemosi dimasa Dewasa
awal
Ø Stabilitas
dan perubahan yang berlangsung dari masa kanak-kanak hingga masa dewasa:
a.
Temperamen
Kaitan
antara temperamen masa kanak-kanak dan kepribadian orang dewasa bisa
bervariasi, tergantung pada konteks pengalaman individual. Level aktivitas
dimasa kanak-kana awal telah mencapai masa dewasa muda memiliki suasana hati
yang tidak mudah berubah-ubah. Cederung lebih bertanggung jawab dan lebih
jarang terlibat dalam tindakan-tindakan beresiko. Pada beberapa dimensi dari
temperamen dimasa kanak-kanak berhubungan dengan masalah-masalah dimasa dewasa
awal.
b.
Kelekatan
Adanya
3 dimensi dalam kelekatan yaitu kelekatan yang aman,kelekatan yang menghindar,
dan kelekatan pencemas. Gaya kelekatan dimasa dewasa berkaitan dengan sejumlah
pola relasi dan hasil perkembangan.
Ø Perkembangan
Pria
Peran tradisional pria mengandung
cukup banyak tekanan hidup yang dapat merugikan kesehatannya. Dalam definisi
tradisional mengenai maskulinitas, “pria sejati” memandang wanita dari segi
tubuhnya, bukan dari akal dan perasaannya, kurang berminat untuk menjalin
hubungan percakapan dan relasi, serta seringkali tidak menempatkan wanita
sejajar dengan pria. Dengan demikian pandangan tradisional mengenai peran pria
mendorong untuk meremehkan wanita, bersikap kasar dan menolak untuk
mengembangkan reaksi yang sejajar dengan wanita. Peran tersebut juga dapat
menghambat minat dalam relasi, relasi yang setara dengan wanita, serta koneksi
emosi yang positif dengan pria lain.
Begitu banyak pria yang memiliki
interaksi yang terlalu sedikit dengan ayahnya, khususnya ayah yang bertindak
sebagai model peran yang positif. Sifat pengasuh dan peka terhadap orang lain
dianggap sebagai aspek dari peran sebagai wanita, bukan peran pria.
Menurut Joseph Pleck, peran pria
memiliki sifat kontradiktif dan tidak konsisten. Pria tidak hanya mengalami
stres jika mereka menyimpang dari perannya, mereka juga dirugikan jika tidak
bertindak sesuai perannya.
Ø Perkembangan
Wanita
Berdasarkan analisis Tannen yang
menunjukkan preferensi wanita terlibat dalam Rappot talk dapat
disimpulkan bahwa relasi dan membina hubungan dengan orang lain merupakan hal
yang sangat bernilai bagi wanita. Miller menyatakan bahwa ketika para peneliti
berusaha menelaah apa yang dilakukan wanita didalam hidupnya, sebagian besar
jawabannya diberikan adalah berpartisipasi aktif dalam mengembangkan orang
lain. Dalam pandangan militer , wanita sering kali mencoba berinteraksi dengan
orang lain melalui cara yang akan membantu perkembangan seseorang diberbagai
dimensi-dimensi emosional, intelektual, dan sosial.
Singkatnya, Millerm Tannen, serta
para ahli gender lainnya seperti garol Gilligan, berpendapat bahwa dibandingkan
pria, wanita lebih berorientasi pada relasi dan bahwa orientasi pada relasi ini
sebaiknya dihargai sebagai sebuah keterampilan didalam budaya kita. Kritik
menyatakan bahwa kini lebih bayak variasi gaya relasi pada pria dan wanita
dibandingkan yang diungkapkan oleh pandangan ini. Banyak ahli berkesimpulan
bahwa wanita perlu memperthankan kompetensi dan minat mereka dalam relasi,
namun mereka jug memotivasi diri sendiri.
B. Dewasa
Menengah
Pada
masa dewasa menengah, kita kan menjadi seperti apa yang kita bentuk. Bagi
beberapa dari kita, usia paruh baya adalah posisi yang berkabut, waktu untuk
menemukan hal apa yang kit tinggalkan dan kita kejar, dan mengapa. Kita
membandingkan hidup kita dengan janji yang sudah kita buat tentang hidup.
Diusia paruh baya, lebih banyak waktu yang terbentang disepan kita, dan
beberapa evaluasi, meskipun ragu, harus dibuat.
Meskipun
batasan usia bukanlah sebuah patokan
yang kaku, kami akan membatasi masa dewasa menengah sebagai periode
perkembangan yang dimulai pada usia kurang lebih 40 tahun hingga 60 atau 65
tahun. Bagi sebagian besar orang. Masa dewasa menengah adalah masa dimana
terjadi penurunan keterampilan fisik dan meluasnya tanggung jawab, sebuah
periode dimana seseorang menjadi lebih sadar mengenai polaritas usia muda dan
berkurangnya jumlah waktu yang masih tersisa didalam hidup, suatu titik dimana
seseorang berusaha meneruskan sesuatu yang bermakna kepada generasi
selanjutnya, suatu masa dimana seseorang telah mencapai dan membina kepuasan dalam
kariernya.
Stabilitas
dan Perubahan : Dalam studi Baltimore Costa & McCare, lima besar faktor
kepribadian-emotional stability (stabilitas emosi), extraversion, opennes to experience (keterbukaan terhadap pengalaman), agreeableness
(keramahan), dan conscientiouosness(sikap berhati-hati)- terlihat cukup
stabil. Meskipuun demikian, sebuah hasil meta-analisisterhadap lima besar
faktor kepribadian tersebut menunjukkan adanya peningkatan dan penurunan faktor
tertentu selama masa dewasa, dimana perubahan paling besar terjadi dimasa
dewasa awal. Karakteristik yang paling stabil adalah orientasi intelektual,
keyakinan diri, dan keterbukaan terhadap pengalaman baru. Adapun
karakteristik-karakteristik yang paling banyak berubah adalah pengasuhan,
permusuhan, dan kendali diri. Dalam studi wanita Helson’s Mills college, pada
usia 27 tahun hingga awal 40-an, para wanita banyak mengalami kekhawatiran
seperti yang dideskripsikan oleh Levinson mengenai pria. Meskipun demikian,
dibandingkan krisis hidup paruh baya,kondisi ini paling tepat jika disebut
sebagai kesadaran paruh baya. Penelitian George Vaillant
mengungkapkan adanya kaitan antara sejumlah karateristik di usia 50 dan
kesehatan serta kesejahteraan di usia 75-80 tahun.
C. Masa
Dewasa Akhir
Tahap berikutadalah masa
dewasa akhir atau yang sering disebut masa tua. Riteme dan makna perkembangan
manusia secara perlahan menuju ke masa dewasa akhir, ketika masing-masing dari
kita berdiri sendiri di pusat bumi dan tiba-tiba saja sudah menjelang petang.
Kita menanggalkan masa muda dan dilucuti oleh angin waktu kepada kenyataan.
Kita belajar hidup terus bergerak maju tetapi dipahami dengan mundur
kebelakang.
Pada masa tua ini terjadilah perubahan yang mudah yaitu perubahan fisik.
Kemampuan indra-indra sensoris menurun, waktu reaksi dan stamina menurun.
Ketika individu menjadi
matang dan aktif di usia tua, gambaran kita mengenai penuaan pun berubah. Jika
kebanyakan persendian orang berusia 75 tahun seharusnya menjaid kaku, orang
juga dapat berlatih agar tidak ikut mengalami kondisi ini. Contoh, seorang pria
berusia 75 tahunn dapat memilih untk melakukan latihan dan berlari marathon.
Seorang wanita berusia 80 tahun yang kapasitas bekerjanya tidak berkurang,
dapat memilih untuk membuat dan menjual mainan anaknya.
Problem utama pada
orang-orang tua adalah rasa kesepian dan kesendirian. Mereka sudah biasa
melewatkan hari-harinya denga kesibukan-kesibukan pekerjaan yang sekaligus juga
merupakan pegangan hidup dan dapat memberi rasa aman dan rasa harga diri.
Kini, presentase laki-laki berusia 65 tahun ke atas yang terus bekerja
purna-waktu, lebih sedikit dibandinngkan awal abad ke 20. Perubahan yang
penting dalam pola kerja orang-orang usia lanjut ini adalah meningkatkan
pekerjaan oaruh-waktu. Beberapa individu terus melajutkan kehidupan dengan
produktivitas kerja yang keras sepanjang masa dewasa akhir. Pada sisi lain
terkadang individu diusia lanjut telah mengalami pensiun maka harus adanya
penyesuain diri terhadap pensiun, jalan yang ditempuh individu –individu ketika
mereka memasuki masa pensiun pada masa
sekarang lebih kabur dibandingkan dimasa lalu. Individu yang paling bai
menyesuaikan diri dalam masa pensiun adalah individu yang sehat, punya
penghasilan yang cukup, aktif, mndapatkan pendidikan yang lebih baik, punya
jaringan sosial teman dan keluarga yang luas, dan sudah puas dengan hidup
mereka sebelum pensiun.
Kesehatan mental,
disini usia lanjut sering sekali terkena depresi, depresi sendiri juga disebut
demam umum dari adanya gangguan mental, eskipun demikian mayoritas orang lanjut
usia yang memiliki gejala depresi tidak menerima penanganan kesehatan mental.
Dimensia adalah sebuah istilah umum yang dikenakan untuk semua gangguan
neorologis yang gejala utamanya meliputi kemunduran fungsi mental.Penyakit
alzheirmer adalah jenis demensia yang paling banyak dijumpai.
Selektivitas, dalam
teori selektivitas sosioemosi menyatakan bahwa orang lanjut usia akan lebih
selektif dakam memilih jaringan kerja sosialnya. Karena mereka sangat
mementingkan kepuasaan emosional, orang yang lanjut usia sering kali meluagkan
lebih banyak waktu bersama individu-individu yang sudah dikenal dan
menyenangkan. Teori yang dikembangkan oleh Laura Cartensen ini (1998, 2006,
2008), menyatakan bahwa orang-orag lanjut usia secara sengaja menarik diri dari
interaksi sosial dengan individu disekililing mereka, sementara mereka
mempertahankan atau meningkatkan kontak dengan teman-teman dekat dan
anggota-anggota keluarga dalam relasi yang bersifat selektif ini dapat
memaksimalkan pengalaman-pengalaman emosional yang positif dan meminimalkan
resiko-resiko emosional seiring dengan proses mejadi tua.
Penghargaan diri, dalam
sebuah studi lintas-budaya mengenai harga diri (self-esteem), possible selves,
penerimaan diri (self-acceptance), dan kendali diri (self-control). Melakukan
pengukuran terhadap individu yang berjumlah lbih dari 300.000 dengan usia
antara 9 sampai 90 tahun (Robins & kawan-kawan, 2002). Sekedar duapertiga
partisipan berasal dari amerika serikat. Individu-individu ini diminta untuk
memberikan respons terhadap item “saya memiliki penghargaan-diri yang tinggi”.
Penghargaan diri mendatar diusia tiga puluhan dan empat puluhan, meningkat
diusia lima puluhan dan enam puluhan, dan kemudian menurun secara drastis
diusia tujuh puluhan dan delapan puluhan. Dihampir seluruh masa dewasa,
penghargaan diri laki-laki lebih tinggi dibandinngkan dengan penghargaan diri
perempuan.
Relasi, dalam konteks
ini Persahabatan dimasa dewasa awal memiliki jaringan yang meluas sejalan dengan koneksi sosial
baru yang dibuat diluar lingkungan rumah. Dimasa dewasa akhir persahabatan baru
tidak teralalu dipaksakan, meskipun beberapa orang dewasa mencari persahabatan
baru, terutama setelah kematian pasangan. Dukungan sosial berkaitan dengan
meningkatnya kesehatan fisik dan mental pada orang-orang usia lanjut.
Orang-orang lanjut usia yang berpartisipasi didalam organisasi cenderung hidu
lebih panjang dibandingkan rekan-rekannya yang tingkat pastisipasinya rendah.
Orang-orang lanjut usia seringkali memiliki ikatan sosial yang tidak mendalam
namun memiliki motivasi yng kuat untuk mluangkan waktu menjalin relasi dengan
kawan-kawan dekat dan anggota keluarga yang menyenangkan. Altruisme berkaitan
dengan usia yang panjang. Menjadi sukarelawan berkaitan dengan kepuasan hidup
yang lebih tinggi, berkuragnya depres dan kecemasan, kesehatan fisik yang lebih
baik, serta afek yang positif dan kurang negatif.
Batasan Usia Bagi Setiap Perkembangan
Dalam
psikologi memang sulit ditetapkan batas-batas usia yang tegas bagi
masing-masing masa perkembangan tersebut di atas.
Adapun tahap-tahap perkembangan
menurut Hurlock adalah sebagai berikut :
1) -
:
Prenatal
2) 0
– 2 minggu : Orok (infancy)
3) 2
minggu- 2 tahun : Bayi (babyhood)
4) 2
– 6 tahun : Anak-anak
awal (early chilhood)
5) 6
– 12 tahun : Anak-anak
akhir (late chilhood)
6) 12
– 14 tahun : Pubertas (puberty)
7) 14
– 17 tahun : Remaja awal (early adolescence)
8) 17
– 21 tahun : Remaja akhir (late adolescence)
9) 21
– 40 tahun : Dewasa awal (early adulthood)
10) 40
– 60 tahun : Setengah baya (middle age)
11) 60
tahun ke atas : Tua (senescence)
IV. KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Uraian
pembahasan yang begitu detail, mendalam, dan panjang perlu diambil intinya
sehingga dapat dipahami dengan mudah. Inti dari pembahasan tersebut merupakan
simpulan kajian. Berdasarkan pembahasan pada bab II, dapat diambil enam
simpulan.
1.
Secara garis besar faktor perkembangan
dan bawaan sejak lahir dapat dikemukakan
oleh pendapat para ahli ada tiga golongan yaitu: aliran nativisme,
aliran empirisme, dan aliran konvergensi.
2.
Kecepatan pemrosesan tergantung pada
efisiensi neurologis dan kematangan yang dikendalikan secara genetik. Akan
tetapi bukti paling meyakinkan mungkin berasal dari studi kembar dan studi
adopsi.
3.
Perkembangan manusia dapat dilihat dari
multidimensi, baik fisik maupun nonfisik. Dimensi-dimensi perkembangan
individu, termasuk peserta didik dapat digolongkan menjadi: perkembangan fisik,
perkembangan perilaku psikomotorik, perkembangan bahasa, perkembangan kognitif,
perkembangan perilaku sosial, perkembangan moralitas, perkembangan bidang
keagamaan, perkembangan konatif dan perkembangan emosional
4.
Masa depan manusia banyak dipengaruhi
oleh rangsangan lingkungan sekitar. Namun antara rangsangan lingkungan dulu dan
kini sungguh berbeda. Dari lingkungan inilah potensi bawaan seseorang hampir
sering berubah sepanjang perjalanan hidup manusia.
V. PENUTUP
Demikianlah materi yang dapat kami sampaikan, semoga
bermanfaat bagi kita semua, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan ejaan,
tanda baca ataupun kalimat kami mohon kritik dan saran demi perbaikan makalah
kami selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
John W. Santrock, Life-Span Development Perkembangan Masa-Hiidup
edisi 13 jilid I, (Erlangga : PT GELORA Aksara Pratama, 2011),
Wening Wihartati, Pemahaman Individu, (Semarang : CV Karya Abadi
Jaya, 2016) Yustinus Semium, OFM, kesehatan mental 1, (yogyakarta: KASINIUS,
20060
Maslihah,
sri, 2011,