Jumat, 30 Desember 2016

manajemen penyuluhan



Nama              : Dhea Rivanti Cahyani
NIM                : 1501016102
Kelas               : BPC-3
Mata kuliah   : Manajemen Penyuluhan
1.    Pengertian Manajemen Penyuluhan
Management berasal dari kata “manus” yang berarti “to control by hand” atau “again result”. Dalam bahasa inggris, management berasal dari kata kerja to manage berarti mengurus, mengatur, mengemudikan, mengendalikan, mengelola, menjalankan, melaksanakan, dan memimpin. (john M. Echols dan Hasan Shadly, 2005 : 372)
     Johnson, bagaimana dikutip oleh pidarta(2004 : 3), manajemen adalah proses mengintergrasikan sumber-sumber yang tidak berhubungan menjadi sistem total untuk menyelesaikan suatu tujuan.
     Secara harfiah penyuluhan bersumber dari kata “suluh” yang berarti obor atau alat untuk menenrangi keadaan yang gelap. Kata menenrangi disini bermakna sebagai petunjuk bagi masyarakat dari tidak tahu menjadi mengerti, yang mengerti menjadi lebih mengerti.
     Clearel Al (1984) penyuluhan adalah jenis khusus pendidikan problem solving yang berorientasi pada tindakan pengajaran sesuatu, memodernisasikan, memotivasi, tetapi tidak melakukan pengaturan dan tidak melakukan program noneducative.
     Sayoga berjalan dengan konsep penyuluhan yang dikemukakan oleh samsudin, penyuluhan adalah sistem pendidikan non formal tanpa paksaan menjadikan seorang sadar dan yakin bahwa sesuatu yang diajarkan itu akan membawa kearah perbaikan dari hal-hal yang dikerjakan atau dilaksanakan sebelumnya.
     Menurut saya, Manajemen penyuluhan memiliki pengerti suatu kegiatan mengontrol, mengatur, memotivasi, melaksanakan suatu kegiatan yang mana memanfaatkan sumber daya yang ada dalam melaksanakan penyuluhan atau pemberian informasi dengan sebuah tujuan tertentu.
2.    Signifikansi Manajemen dalam Kegiatan Penyuluhan
Tentu sangatlah penting karena dalam sebuah kegiatan perlu adanya manajemen. Manajemen sendiri memiliki pengertian proses perencanaan, pengorganisasian, pengaturan sumber daya, pengkomunikasian, pemimpinan, pemotivasian, pengendalian agar mencapai tujuan organisasional secara efektif dan efisien. sepert dalam prinsip organisasi yang dikemukakan dearteri yaitu POAC :
1.      Planning
Disini memiliki peran yaitu proses atau pembuatan strategi, dimana perencanaan sangatlah penting dalam melakukan suatu kegiatan dan termasuk penting dalam segala bentuk fungsi manajemen.
2.      Organizing
Adanya sebuah organisasi dalam suatu kegiatan yang dicapainya sebuah tujuan, disinilah terbentuknya suatu tanggung jawab.
3.      Actuating
Pada momen ini adalah pelaksanaan dimana ketika dari planning (perencanaan) telah matang dan juga dilengkapi dengan adanya organizing (orang-orang pelaku) akan sangat lebih lengkap dalam pelaksanaan karena ini berhubungan antara satu dengan yang lainnya.
4.      Controlling
Dalam sebuah kegiatan perlu adanya controling dimana hal tersebut merupakan adanya tindakan pengamatan terhadap setiap kegiatan, maka adanya hal tersebut berguna agar suatu kegiatan seperti yang terencana.
Dengan adanya manajemen dalam penyuluhan kita bisa mengetahui seberapa efektif atau berjalankah sesuai tujuan adanya kegiatan tersebut.
Contoh seperti penyuluhan terhadap adanya sosialisasi PENCEGAHAN KDRT SEJAK DINI, dimana kita perlu mempersiapkan :
1.      Siapa yang akan menjadi sasaran (audience)
2.      Narasumber
3.       Pelaksana
4.      Bagaimana Sistem Kegiatan
Adanya sasaran tersebut pasti terfikirkan dimana nantinya kita padukan dengan manajemen seperti prinsip manajemen diatas yaitu POAC, nah final dari adanya kegiatan itu bukan hanya pada kepahaman terhadap KDRT bagi semua peserta penyuluhan namun juga outputnya berupa berkurangnya kasus KDRT.
3.      Fungsi Manajemen dan implementasi dalam manajemen penyuluhan
a.       Planning yaitu menentukan tujuan, strategi, menintegrasikan dan mengkoordanisasikan kegiatan.
b.      Organizing yaitu mengatur pekerjaan, tugas, wewenang serta koordinasi antar bagian.
c.       Resoucing yaitu pengaturan sumber daya untuk kegiatan pencapaian tujuan.
d.      Communication yaitu menginformasikan tugas, fungsi, wewenang tanggung jawab pola hubungan yang tersedia.
e.       Leading memengaruhi, menggerakkan, mengarahkan anggota organisasi secara individu dan tim untuk pencapaian tujuan organisasi
f.       Motivatingyaitu memengaruhi inspirasi, kemauan, semangat dan gairah untuk melakukan pekerjaan dengan optimal
g.      Controling yaitu mengendalikan dan mengukur kinerja aktual dengan standar dan tujuan
Implementasi
Dalam sebuah kegiatan perlu adanya manajemen bergkaitan dengan organizing dimana kita memerluksn seorang pemimpin yang mana dapat mengkoordinasi antara satu dengan yang lain, sebelum kita melakukan suatu hal perlu adanya strategi dalam perencanaan dan ketika pelaksanaan kita memerlukan adanya pembagian job yang mana kita memamfaatkan sumber daya manusia yang ada agar semua sukses pada waktu yang ditentukan finalnya kegiatan tersebut terlaksana sesuai keinginan danmencapai tujuan kita
Contohnya dalam Pengembangan Masyarakat berkaitan dengan daur ulang sampah, peran dari manajemen penyuluhan disinipun:
1.      Secara awal memberikan sosialisasi kepada masyarakat disini seorang penyuluh bukan hanya dia memberikan gambaran seputar adanya daur ulang sampah. Namun, penyuluh disini dapat diibaratkan sebagai SPG (Sales Promotion Group) dimana mereka harus dapat mempengaruhi masyarakat sekitar yang akan dipengaruh tentu dengan adanya tujuan yang jelas dan gamblang.
2.      Sebelum adanya sosialisai terjadi perlu adanya pembagian tugas pada seluruh anggota tentu dengan kejelasan dan posisi mereka (job discription), adanya job discription ini digunakan agar semua anggota dapat dengan mudah koordinasi antar tugas satu dengan tugas yang lainnya.
3.      Ketika sebuah kegiatan itu telah terjadi maka disitulah peran Controling dimana kordinasi antara pelaksana yang satu dengan yang lain harus saling berkaitan dimana harus baik dan pasti disitu ada yang dinamakan titik bosan dan jenuh, disini peran tim penyuluh juga perlu dimana ia harus dapat memotivasi semua peserta maupun pelaksana dalam mengerjakan hal tersebut.
4.      Akhirnya letak yang paling penting yaitu goal dari semuanya dimana tujuan awal berkaitan tentang pemberdayaan sampah bisa tercapai yaitu pengembangan masyarakat.
5.      Setelah semua terjadi maka perlu adanya evaluasi untuk mengkomunikasikan antar satu dengan yang lain dimana kekurangan dan kelebihan adanya hal tersebut agar dikegiatan atau agenda selanjutnya dapat lebih baik.
4.      Jelaskan konsep dasar manajemen penyuluhan prespektif Al-Qur’an
a.       22_78.gifEfektif yang artinya menyesuaikan dengan dituasi dan kondisi yang ada bukan hanya berorientasi pada kepada proses, melainkan juga dapat dipahami pada produk dan hasilnya.






Artinya            :”Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong.” (Al hajj :78)
b.      Efektif dan efisien yaitu pekerjaan yang efektif adalah pekerjaan yang memberikan hasil seperti rencana semula, sedangkan pekerjaan yang efisien adalah pekerjaan yang mengeluarkan biaya sesuai dengan rencana semula atau lebih rendah.
Screenshot_1.jpg



            Artinya :” Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” (Al Isar 26-27)

Jumat, 16 Desember 2016



I.       PENDAHULUAN
Sebuah kegiatan belajar-mengajar merupakan salah satu cara memenuhi fungsi pendidikan nasional yang mana untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa dan martabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang cerdas, beriman dan percaya kepada Tuhan yang Maha Esa. Usaha yang nantinya dapat dilakukan oleh seorang pendidik yang berkualitas adalah memahami bagaimana peserta didiknya. Dalam kegiatan belajar mengajar, anak adalah subjek dan objek dari kegiatan pengajaran. Kegiatan pengajaran akan tercapai bila peserta didik berusaha aktif untuk mencapainya. Belajar-mengajar adalah sebuah proses interaksi antara peserta didik dan guru. Peranan guru sebagai pembimbing mengacu pada banyaknya peserta didik yang bermasalah (Hamiyah dan Jauhar, 2014:14).
Masing-masing peserta didik memiliki karakter yang berbeda antara satu dengan yang lain. Peserta didik dapat dilihat dari perbedaan kemampuan masing-masing anak. Perbedaan perilaku ini bisa dikarenakan perbedaan kemampuan. Perbedaan kemampuan ini ada yang menganggap disebabkan oleh kemampuan manusia yang ditakdirkan tidak sama, ada pula yang beranggapan karena perbedaan cara menyerap informasi dari suatu gejala (Bangsawan, 2006:4). Atau dengan kata lain kecerdasan menjadi salah satu penyebab masing-masing peserta didik memiliki perbedaan. Entah pembawaan sejak lahir atau pendidikan serta pengalaman. Betapa tingginya nilai keberhasilan seorang pendidik, program pengajara yang dilakukan secara baik dan sistematik tidak dapat berjalan dengan baik jika pendidik tidak mengetahui bagaimana perkembangan peserta didik yang dihadapinya. Oleh sebab itu, secara spesifik pendidik harus mengetahui bagaimana anak didiknya secara mendalam. Perlu dilakukannya evaluasi terpusat dari bagaimana memahami dimensi, tugas-tugas, tahapan perkembangan bahkan sampai pada problema peserta didik yang sering terjadi. Sebagai pedoman dalam pencapaian setiap kegiatan belajar-mengajar, pengajar diwajibkan mampu merumuskan tujuan pembelajarannya serta memahami karakteristik perilaku dan kemampuan peserta didiknya.



II.    RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana masa perkembangan pada masa bayi ?
2.      Bagaimana masa perkembangan kanak-kanak ?
3.      Bagaimana masa perkembangan remaja ?
4.      Bagaimana masa perkembangan dewasa ?

III. PEMBAHASAN
`1. Masa Bayi
Manusia dilahirkan dalam keadaan yang sepenuhnya tidak berdaya dan harus menggantungkan diri pada orang lain, terutama ibunya. Seorang anak memerlukan waktu yang cukup lama sebelum bisa berdiri sendiri. Seekor anak ayam, begitu menetas dari telurnya bisa mencari makan sendiri. Seorang anak itik langsung bisa berenang dalam kurun waktu beberapa minggu. Anak simpanse (sejenis kera) hanya beberapa bulan bergantung pada ibunya. Berbeda pada manusia yang memerlukan sedikitnya beberapa belas tahun sebelum ia berdiri.[1]
a.       Neonatal (masa bayi baru lahir)
Ini merupakan masa premature bayi dan pascamatur, maka jelaslah bahwa tidak semua bayi menunjukan tingkat perkembangan fisik dan mental yang sama. Uraian tentang neonate berikut ini adalah mengenai bayi normal yang cukup umur.
Emosi bayi neonatal, reaksi emosional hanya dapat diuraikan  sebagai keadaan menyenangkan dan tidak menyenangkan. Yang ditandai oleh tubuh yang tenang dan kedua ditandai oleh tubuh yang tegang. Emosi disini tidak adanya tingkat reaksi yang menunjukkan tingkat intensitas yang berbeda. Apapun rangsangannya, yang dihasilkan adalah emosi yang kuat tiba-tiba.[2]
Emosi primer adalah emosi yang dimiliki oleh manusia dan binatang, emosi ini diekspresikan dalam enam bulan pertama kehidupan bayi manusia. Emosi primer mencakup terkejut, tertarik, gembira, marah, sedih, takut, dan jijik. Emosi sadar diri memerlukan kewaspadaan diri yang melibatkan kesadaran dan rasa “keakuan”. Emosi sadar diri mencakup cemburu, empati, pemalu, bangga, menyesal, dan rasa bersalah, yang kebanyakan muncul pertama kali pada paruh kedua tahun pertama hingg tahun kedua. Ekspresi emosi dan relasi sosial interaksi-interaksi antara orang tua da bayi bersifat timbal balik, interaksi ini dinyatakan resiprokal atau sinkron ketika semua berlangsung baik. Orang tua yang peka dan responsip akan membantu bayi mereka menumbuhkan emosinya, ketika berespon melalui cara yang sedih ataupun gembira. Tangisan dan senyuman adlahh dua ekspresi emosi yang diperlihatkan bayi ketika berinteraksi dengan orang tua.tangisan pertama bayi membuktikan adanya udara dalam paru-paru bayi. Senyuman berperan kritis sebagai alat pengembangan keterampilan, sosial baru dan merupakan sinyal sosial yang penting.[3]
Kepribadian bayi disini dipengaruhi oleh lingkungan, lingkungan disini adalah dimana ketergantungan pada ibunya, misal ketika ibu memiliki penyakit keras atau ibu berada dalam tekanan yang cukup lama makaakan membuat bayi menjadi mudah marah.[4]
b.      Masa Bayi Pasca Natal
Masa bayi ini merupakan masa ketakberdayaan dan kebergantungan dimana pada waktu itu fungsi bayi hanya semata-mata tertuju kepada pemuasan kebutuhan fisiknya. Masa ini biasanya berlangsung dari kelahiran samapi usia 2 tahun. Dimana bayi telah mengenal lingkungan terdekat.[5] Pada usia 2 atau 3 tahun seorang anak mulai melihat kemampua-kemampuan tertentu pada dirinya. Sikap terhadap orang tua mulai berubah. Pada masa ini seorang anak merasakan pada satu sisi membutuhkan sosok orang tua dan pada sisi yang lain rasa ke-aku-annya mulai tumbuh dan ia ingin mengikuti kehendaknya sendiri.
Selama beberapa bulan masa bayi,  keadaan tidak berdaya itu secara bragsur-angsur akan menurun. Akan tetapi tidak berarti bahwa keadaan tidak berdaya secara cepat menghilang dan bayi menjadi mandiri, melainkan setiap hari, setiap minggu dan setiap bulan bayi semakin mampu mandiri sehingga saat masa bayi berakhir pada ulang tahun kedua, ia menjadi seorang manusi yang berbeda dengan awal masa bayi.[6] Lamanya waktu bayi harus bergantung pada orang lain inilah yang membuat ia punya kesempatan paling banyak untuk mempersiapkan dirinya dalam perkembangannya sehingga pada akhirnya taraf perkembangan manusia adalah hal yang tertinggi.[7]
Kualitas seorang anak dapat dinilai dari proses pertumbuhan dan perkembangannya sejak masa bayi,oleh sebab itu masa tersebut perlu perhatian lebih termasuk proses perkembangan fisik maupunpsikologis. Salah satu perkembangan fisik yang perlu diperhatikan yaitu perkembangan motorik, yangterdiri dari perkembangan motorik halus dan motorik kasar. Beberapa hal yang berkaitan denganperkembangan adalah keadaan tubuh baik kualitatif maupun kuantitatif yang berubah secara teratur,progresif dan koheren atau dikenal dengan pertumbuhan Salah satu metode untuk mengukurpertumbuhan adalah penggunaan ukuran antropometri. Beberapa hasil penelitian mengungkapkanbahwa anak yang mengalami hamatan pertumbuhan menjadi tidak aktif, apatis, pasif, dan tidakmampu berkonsentrasi. Kondisi tersebut akan berakibat pada terlambatnya perkembangan motorikkasar. Tujuan penelitian ini untuk melakukan kajian terhadap ukuran antropometri tubuh yangmenjadi pemicu proses pertumbuhan dan perkembangan motorik kasar anak balita. Populasipenelitian adalah seluruh balita di Posyandu “Balitaku Sayang” Kelurahan Jangli KecamatanTembalang Kota Semarang, sebanyak 160 orang. Sampel diambil secara purposiv sebanyak 80 balita .Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran antropometri yang berhubungan dengan perkembanganmotorik kasar adalah tinggi badan dalam bentuk indeks tinggi badan berdasarkan umur (TB/U) danindeks massa tubuh berdasarkan umur (IMT/U).[8]
A.    Perkembangan Emosi dan Kepribadian
a.       Perkembangan Emosi
Emosi adalah perasaan atau efek, yang terjadi ketika seseorang berada dalam suatu kondisi atau sedang terlibat dalam interaksi yang penting baginya. Emosi ditandai oleh perilaku yang mencerminkan (mengekspresikan) rasa senang atau tidak senang individu dalam suatu kondisi atau suatu transaksi. Para psikolog beranggapam bahwa emosi, khususnya ekspresi wajah dari emosi, memiliki landasan biologis. Evolusi biologis telah menganugerahkan manusia sifat emosional namun budaya dan relasi mempengaruhi variasi dari pengalaman-pengalaman emosional. Emosi memainkan peranan penting dalam mempengaruhi relasi orang tua-anak.
b.      Temperamen
Temperamen adalah perbedaan individual dalam gaya perilaku,emoskarakteristik respons. Chess dan Thomas mengklasifikasikan bayi sebagai (1) bertemperamen mudah, (2) bertemperamen sulit, dan (3) bertemperamen lambat. Kagan menyatakan bahwa inhibisi dalam situasi yang tidak familiar merupakan suatu kategori temperamen yang penting. Pandangan Rothbart dan bates mengenai temperamen mengedepankan klasifikasi ini : ekstaversi dan surgensi, (2) efektivitas negatif (3) kendali di upayakan (regulasi diri). Karakteristik fisiologis berkaitan dengan perbrdaan temperamen. Anak memiliki fisiologi yang menjadikannya bias dalam memiliki temperamen tertentu namun mereka dapat belajar melalui pengalaman untuk memiliki suatu temperamen dalam skala tertentu.
c.       Perkembangan kepribadian
Menurut Erikson, satu tahun pertama kehidupan bayi ditandai oleh tahap percaya versus tidak percaya. Bentuk sederhana dari pengenalan diri terjadi di usia 3 bulan, namun bayi mengembangkan bentuk yang lebih lengkap dan penting dari pengenalan diri di usia sekitar 18 bulan. Kemandirian menjadi sebuah tema penting dalam tahun kedua dari dari kehidupan. Erikson memfokuskan bahwa tahun kedua dari kehidupan ditandai oleh tahap otonomi versus rasa malu dan ragu-ragu.


B.     Orientasi /Pemahaman Sosial dan Kelekatan
a.       Orientasi Pemahaman Sosial
Bayi menunjukkan minat kuat terhadap dunia sosial dan termotivasi untuk memahaminya. bayi mengorientasikan dunia sosial secara dini dalam perkembangannya. Aktivitas bermain bertatapan muka bersama pengasuh mulai terjadi di sekitar usia 2 hingga 3 bulan. Keterampilan lokomotor yang baru berkembang sangat memperluas kemampuan bayi untuk mencetuskan interaksi sosial dan mengekplorasi dunia sosialnya secara lebih mandiri.
b.      Kelekatan dan Perkembangannya
Kelekatan adalah ikatan emosional yang dekat antara dua orang. Di masa bayi, hubungan yang nyaman dan dilandasi oleh rasa percaya merupakan hal penting bagi perkembangan kelekatan. Teori etologis Bowlby mengedepankan bahwa pengasuh dan bayi memiliki predisposisi biologis untuk membentuk kelekatan.
c.       Perbedaan Individual dalam Kelekatan
Bayi dengan kelekatan aman akan menggunakan pengasuh, biasanya ibu, sebagai basis rasa aman dalam mengeksplorasi lingkunngannya. Tiga jenis kelekatan yang tidak aman adalah menghindar, menolak, dan tidak teratur. Ainsworth menyusun situasi asing sebagai suatu cara untuk mengukur kelekatan. Ainsword berpendapat bahwa kelekatan aman di satu tahun pertama kehidupan memberikan dasar yang kuat bagi perkembangan psikologis di kemudian hari.
d.      Gaya Perawatan dan Kelekatan
Bayi yang aman memiliki pengasuh yang peka terhadap tanda-tanda yang diberikannya dan secara konsisten hadir untuk memenuhi kebutuhan bayi. Para pengasuh dari bayi bertemperamen menghindar cenderung tidak hadir atau menolaknya. Pengasuh dari bayi bertemperamen menolak cenderung hadir secara tidak konsisten dan biasanya tidak bersikap cukup hangat. Pengasuh bayi bertemperamen tidak teratur sering kali menolak atau melakukan kekerasan fisik kepada bayi.[9]
5.      Masa Kanak-kanak
a.       Masa Kanak-kanak Awal
Inilah dimana masa usaha sosialisasi benar-benar dilakukan. Emosi awal anak sangat kuat, saat ini merupakan saat ketidakseimbangan karena anak-anak “keluar dari fokus”, dalam arti ia mudah terbawa ledakan-ledakan emosional sehingga sulit dibimbing dan diarahkan. Hal ini tampak mencolok pda usia 2-6 tahun.[10] Pada masa ini, anak mulai menyadari individualitasnya, dan dia dihadapkan dengan masalah kekuasaan dan disiplin. Pada awal masa kanak-kanak dia sudah mulai memperlihatkan bahwa dia tidak begitu bergantung lagi seperti pada masa sebelumnya, sebaliknya dia memperlihatkan sikap otonominya dalam hal gerak, bisa mengurusi dirinya sendiri dala kebutuhan-kebutuhan yang sederhana, dan perkembangan tingkah laku sosial.
Selama masa ini keluarga merupakan lingkungan tempat anak itu mengembangkan ketrampilan-ketrampilan sosial dan mulai belajar mengontrol tingkah lakunya sesuai dengan norma-norma yang ditetapkan baginya. Persetujuan dan celaan orang tua menjadi pedoman utama untuk bertingkah laku, dan cara orang tua memakai norma-norma tersebut merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan perkembangan kepribadian.[11] Anak-anak yang kurang mendapat perhatian orang tua kebanyakan menjadi pemurung, tidak bersemangat dan daya tangkapnya kurang baik sehingga, perkembagan kecerdasannya pun terbelakang.[12]
Pada masa ini Emosi sosial anak memiliki berbagai latar belakang:
1.      Kondisi Fisik
Apabila kondisi keseimbangan tubuh terganggu karena kelelahan kesehatan yang buruk atau perubahan yang berasal dari perkembangan maka akan mengalami emosional yang sangat meningkat.
2.      Kondisi psikologi
Adanyatingkat inteligensi, tingkat aspirasi dan kecemasan.
3.      Kondisi Lingkungan
Ketegangan yang terus-menerus, jadwa yang ketat, dan terlalu banyaknya pengalaman menggelisahkan yang merangsng anak secara berlebihan akan berpengaruh pada emosi anak.[13]
b.      Akhir Masa Kanak-kanak
Akhir masa kanak-kanak biasanya mulai pada usia 6 tahun saatnya individu menjadi matang secara seksual, ditandai oleh kondisi yang sangat mempengaruhi penyesuaian pribadi dan penyesuaian social anak.[14] pada saat anak mulai mengenal lingkungan yang lebih luas (sekolah, anak-anak tetangga, dll). Ini adalah masa yang ditandai dengan pertumbuhan fisik yang kuat dan munculnya kemampuan-kemampuan intelektual yang sangat penting. Pada akhirnya masa kanak-kanak, anak memperluas lingkungan kegiatan sosialnya diluar kalangan keluarga.
Pada masa ini anak menghadapi pengalaman bersaing. Kegagalan-kegagalan dan penolakan-penolakan sangat berarti baginya. Denga bertambahnya perhatian terhadap tingkah laku etis dan moral, maka anak didorong oleh perasaan akan kewajiban dan prestasii. Minatnya beranekaragam pada masa khayalan, tetapi da sering menguji khayalannya dengan bekerja dan bermain. Dia meniru kehidupan orang dewasa dengan tujuan supaya dia dapat mengungkapkan dan memahami peran-peran orang dewasa dalam masyarakat.[15]
Pendapat orang tuanya sekarang bukanlah satu-satunya pendapat yang haus dituruti karena ia mulai mendengar pendapat-pendapat orang lain (guru, kawan-kawan dsb), yang kadang-kadang berbeda atau bertentangan dengan pendapat orang tuanya. Karena itu ia mulai lagi suka membantah dan tidak mau menuruti kata orang tuanya. Masa Negativistik Kedua sering dijumpai dengan adanya tempertantrum yaitu perilaku mengamuk, menangis, menjerit, merusak, menyerang dan menyakiti diri sendiri, yang dilakukan apabila ada kehendak-kehendak yang tidak terpenuhi.[16] Anak-anak yang kurang mendapat perhatian dari orang tuanya kebanyakan menjadi pemurung, tidak bersemangat, dan mempunyai daya tangkap kurang baik. Karena itu perkembangan kecerdasannya pun terbelakang.
Pengaruh orang tua dan lingkungan masa kanak-kanak ini tidak berhenti di masa kanak-kanak saja, tetapi berlangsung terus, kadang-kadang sampai seumur hidup khususnya pengaruh yang yang berupa pengalaman-pengalaman yang menegangkan, menakutkan, menggoncangkan, membahayakan, dll. Pengaruh pengalaman masa anak-anak kadang-kadang tidak dirasakan atau disadari oleh orang yang bersangkutan, karena semua itu disimpan dalam alam ketidaksadarannya, tetapi dapat timbul dalam tingkahlaku-tingkahlaku yang aneh, yang lain daripada tingkahlaku normal dan yang tidak dimengerti oelh pelakunya sendiri.
Dalam satu dekade terakhir terdapat perkembangan dalam bidang pendidikan khususnya terkait berdirinya sekolah-sekolah berasrama baik dengan mengusung kurikulum tambahan dalam keagamaan maupun berbasis nasionalisme. Hal ini tidak terlepas dari adanya keresahan para orang tua terhadap perkembangan pergaulan remaja, maraknya peredaran narkoba, keamanan kota metropolitan maupun daerah, menjadi alasan sebagian orangtua menyekolahkan anak-anaknya di sekolah berasrama (boarding school). Penelitian ini merupakan kajian tentang hubungan antara dukungan sosial orang tua dan penyesuaian sosial di lingkungan sekolah dengan prestasi akademik siswa boarding school. Sampel penelitian adalah terdiri dari 92 siswa kelas VIII Sekolah Menengah Pertama Islam Terpadu (SMPIT) Assyfa Boarding School Kabupaten Subang Jawa Barat. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan teknik studi korelasional (correlation study) dengan dua independent variable, yaitu dukungan sosial orang tua dan penyesuaian sosial di lingkungan sekolah serta satu dependent variable, yaitu prestasi akademik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikant antara dukungan sosial orang tua dengan prestasi akademik, yaitu sebesar 0.820. Artinya, semakin besar dukungan sosial orang tua yang dipersepsi siswa, semakin baik prestasi akademik yang dapat dicapai siswa. Kajian lebih dalam tentang hubungan dukungan sosial orang tua dalam bentuk instrumental support dengan prestasi akademik menunjukkan nilai korelasi sebesar 0.798 dan hubungan dukungan sosial bentuk emotional support dengan prestasi akademik adalah sebesar 0.654. Sementara berdasarkan nilai korelasi 0.112 pada hubungan antara penyesuaian sosial di lingkungan sekolah dengan prestasi akademik menunjukkan tidak adanya hubungan antara penyesuaian sosial di lingkungan sekolah dengan prestasi akademik. Dengan kata lain terdapat faktor-faktor lain di luar penyesuaian sosial di lingkungan sekolah baik faktor internal maupun faktor eksternal yang berhubungan dengan prestasi akademik siswa meskipun penyesuaian sosial di lingkungan sekolah merupakan bagian yang penting dalam perkembangan seorang remaja.Kata kunci: boarding school, dukungan sosial orang tua, penyesuaian sosial, prestasi akademik[17]
Hubungan dengan kawan-kawan sebaya di luar sekolah lambat laun menghilangkan rasa malu-malunya. Anakakan menjadi pemberani dan belajar hidup dalam lingkungan di mana ia tidak menjadi pusat perhatian. Ia harus cukup berani mempertahankan haknya, sebaliknya ia juga harus mau mengakui hak orang lain. Ia pun harus mau bekerja sama dengan anak lain. Tingkahlaunya mulai diatur oelh norma-norma sosial, misalnya peraturan sekolah mengharuskan ia memakai seragam sekolahnya, ia harus berlaku formal dalam kelas dan sebagainya.
1.      Perkembangan Fisik dan Kognitif di Masa Kanak-Kanak Awal
Perkembangan Emosi dan kepribadian

a.       Diri (Self)
Menurut teori eriskon, masa kanak-kanak awal merupakan suatu periode di mana perkembangan yang berlangsung melibatkan penyelesaian konflik inisiatif versus rasa bersalah. Pemahaman diri yang sederhana dari para bayi yang baru belajar berjalan berkembang menjadi representasi diri dari anak-anak prasekolah dalam hal gambaran tubuh, kepemilikan material, dan aktivitas fisik.
b.      Perkembangan Emosi
Di masa kanak-kanak awal, rentan emosi anak-anak kecil meluas seiring dengan meningkatnya pengalaman emosi-emosi sadar diri seperti bangga, malu, dan rasa bersalah.anak-anak usia dua dan tiga tahun menggunakan lebih banyak istilah untuk mendeskripsikan emosi dan lebih banyak belajar mengenai berbagai penyebab dan konsekuensi dari perasaan.
c.       Perkembangan Moral
Perkembangan moral melibatkan pikiran, perasaan, dan tindakan dalam mempertimbangkan kaidah-kaidah serta peraturan-peraturan menegenai apa yang seharusnya dilakukan seseorang ketika berinteraksi dengan orang lain.[18] 
2.      Perkembangan Sosiometri di Masa Kanak-Kanak Pertengahan dan Akhir
Perkembangan Emosi dan Kepribadian
a.       Diri
Pada masa kanak-kanak menengah dan akhir, diri internal (internal self), diri sosial (sosial self), serta diri yang diperbandingkan secara sosial (sosially comprative self) menjadi menonjol. Konsep diri merujuk pada domain evaluasi yang spesifik menegenai diri.penghargaan diri merujuk pada evaluasi global mengenai diri, yang juga menyangkut martabat diri (self worth) dan gambaran diri (self image). Memiliki kaitan yang kuat dengan inisiatif.

b.      Perkembangan Emosi
Perubahan perkembangan dalam emosi dapat menyangkut pemahaman terhadap emosi-emosi yang kompleks seperti bangga dan malu, mendeteksi bahwa ada lebih dari sebuah emosi yang dapat dialami di dalam sebuah situasi khusus, mempertimbangkan lingkungan yang dapat menggiring pada reaksi emosional, memperbaiki kemampuan menekan dan menguapkan emosi-emosi negatif, serta menggunakan inisiatif diri untuk mengarahkan kembali perasaan-perasaan yang ada.
c.       Perkembangan Moral
Kohlberg berpendapat bahwa perkembangan moral terdiri dari tiga level – prakonvensional, konvensional, dan poskonvensional. Pengaruh pada perkembanagn tahap-tahap mencakup perkembangan kognitif, imitasi dan konflik kognitif, relasi dengan kawan sebaya, dan perspektif melihat sudut pandang orang lain.[19]
            Kawan-kawan Sebaya
a.       Perubahan Perkembangan
Perubahan perkembangan yang menyangkut relasi dengan kawan-kawan sebaya di masa kanak-kanak pertengahan dan akhir adalah meningkatnya preferensi terhadap kelompok kawan yangbberjenis kelamin sama, meningkatnya waktu yang digunakan dalam interaksi dengan kawan sebaya dan ukuran kelompok, serta berkurangnya supervisi dari orang dewasa terhadap aktivitas kelompok.
b.      Kognisi Sosial
Anak-anak yang populer sering kali dipilih sebagai kawan terbaik dan jarang tidak di sukai oleh kawan-kawannya. Anak-anak rata-rata memperoleh angka rata-rata.
c.       Status Kawan-Kawan Sebaya
Keterampilan dalam pemrosesan informasi sosial dan pengetahuan sosial memiliki dua dimensi penting dalam kognisi sosial di dalam relasi kawan-kawan sebaya.
d.      Bullyng
Terdapat sejumlah anak-anak yang mengalami bullying dan hal ini dapat memberikan dampak negatif jangka pendek dan jangka panjang pada korban maupun pelaku.

e.       Sahabat
Seperti halnya kawan-kawan orang dewasa, anak-anak yang saling bersahabat cenderung sama satu sama lain. Persahabatan pada aank-anak memiliki enam fungsi : kebersamaan, stimulasi, dukungan fisik, dukungan ego, perbandingan soasial, dan intimasi/efeksi.[20]

6.      Masa Remaja
Masa Negativistik ketiga terjadi pada masa remaja dimulai pada usia 12-17/18 tahun. Masa remja ini ditandai dengan munculnya serangkaian perubahan fisiologis yang kritis, yang membawa individu pada kematangan fisik dan biologi.[21] Anak dalam perkembangan kepribadiannya selalu membutuhkan seorang identifikasi. Identifikasi berarti dorongan untuk menjadi identik atau sama dengan orang lain. Dalam proses identifikasi anak mengambil alih (biasanya dengan tidak disadari oleh anak) perilaku, kebiasaan, sikap, norma dan nilai dari tokoh identifikasi. Jadi, dalam proses identifikasi anak tidak saja ingin menjadi identik secara lahiriyah tetapi, terutama secara batin.
Ketika anak melakukan identifikasi dengan latar belakang keluarga yang broken home, atau kata lain keluarga yang terpisah (salah satu orang tua jarang dirumah) hal itu dapat menyebabkan anak tidak memiliki tokoh yang tertentu  untuk diidentifikasi. Maka dapat menyebabkan anak mudah terpengaruh dan terjerumus dalam kenakalan remaja, pergaulan bebas, seks bebas dll. Untuk mencegah hal tersebut perlu adanya tokoh pengganti seperti (paman, nenek, pengasuh) meski hal itu tidak sepenuhnya dapat mengganti peran orang tua, setidaknya dapat memenuhi sebgaian kebutuhan identifikasi anak (terutama pra-Remaja) sehingga ketika beranjak remaja atau dewasa mereka dapat tumbuh sebagai orang yang mampu menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungannya.
Usep SupriyatnaïAbstrak : Dalam psikologi perkembangan, masa remaja (remaja awal dan remaja akhir) adalah masa yang penuh emosi, secara psikologis, masa ini ditandai dengan kondisi jiwa yang labil, tidak menentu dan biasanya susah mengendalikan diri sehingga pengaruh-pengaruh negatif seperti perilaku-perilaku menyimpang akibat dari pergeseran nilai mudah mempengaruhi jiwa remaja dan menimbulkan gejala baru berupa krisis akhlak.Krisis akhlak yang melanda sebagian remaja saat ini, merupakan salah satu akibat dari perkembangan global dan kemajuan IPTEK yang tidak diimbangi dengan kemajuan moral akhlak. Perilaku remaja yang cenderung lekas marah, kurang hormat terhadap orang tua, bersikap kasar, kurang disiplin dalam beribadah, menjadi pemakai obat-obatan, terjerumus dalam perilaku sex bebas serta perilaku yang menyimpang lainnya telah melanda sebagian besar kalangan remaja. Keluarga (terutama orang tua) sebagai orang terdekat merupakan faktor utama untuk membantu para remaja dalam menghadapi krisis akhlak sebagaimana yang dikemukakan di atas. Pendidikan akhlak berupa bimbingan, arahan, nasehat, disiplin yang berlandaskan nilai-nilai ajaran agama Islam harus senantiasa ditanamkan dan dikembangkan orang tua terhadap para remaja dalam kehidupan keluarga. Kata Kunci : Peran, pendidikan, keluarga, akhlak[22]
Selain orang tua, saudara juga sangat mempengaruhi adanya tingkah laku dari anak tersebut. Tidak jarang antar saudara itu memiliki rasa saling iri dalam suatu hal disinilah peran penting orang tua untuk bijaksana dalam menjaga hubungan antar saudara.
Adapun ciri kepribadian menurut Adler :
1.      Bertanggung Jawab (Anak Sulung)
2.      Mudang bergaul (Anak pertengahan/ anak kedua)
3.      Manja (anak bungsu)
4.      Dapat aktif dalam kegiatan sosial (anak dalam keluarga besar)
5.      Teliti (hati-hati dan mudah menangkap sesuatu yang baru juga dalam keluarga besar)
6.      Isolasi (mengurus diri sediri ; pada anak dari keluarga yang terlalu besar)
7.      Tidak bertanggung jawab (pada keluarga yang terlalu besar)
8.      Sakit-sakitan (merupakan usaha untuk menarik perhatian orang tua).[23]
Tingkat-tingkat perkembangan dalam masa remaja dapat dibagi-bagi dengan berbagai cara. Salah satunya dilakukan oleh Stolz (1951) adalah sebagai berikut:
1)      Masa pra-puber : satu atau dua tahun sebelum masa remaja yang sesungguhnya. Anak menjadi gemuk, pertumbuhan tinggi badan terhambat untuk sementara.
2)      Masa puber, atau masa remaja : perubahan-perubahan sangat nyata dan cepat. Anak wanita lebih cepat memasuki masa inidaripada pria. Masa ini lamanya berkisar antara dua setengah samapai tiga setengah tahun.
3)      Masa post-puber : pertumbuhan yang cepat sudah berlalu, tetapi masih nampak perubahan-perubahan tetap berlangsung pada beberapa bagian badan.
4)      Masa akhir puber : melanjutkan perkembangan sampai tercapai tanda-tanda kedewasaan.

Seluruh proses ini berlangsung selama 9 sampai 10 tahun. Pada anak-anak wanita dimulai sebelum umur belasan tahun dan pada pemuda diakhiri pada awal umur dua puluhan.
7.      Masa Remaja (Pendewasaan)
Masa Remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa. Masa transisi seringkali menghadapkan individu yang bersangkutan kepada situasi yang membingungkan, disatu pihak ia masih kanak-kanak, tetapi dilain pihak ia sudah harus bertingkah laku seperti orang dewasa. Situasi-situasi yang menimbulkan konflik seperti ini, sering menyebabkan perilaku-perilaku yang aneh, canggung dan kalau tidak kontrol bisa menjadi kenakalan. Dalam usaha mencari identitas dirinya sendiri, seorang remaja sering membantah pendapat orang tuaya, karena mereka mulai memiliki pendapat sendiri, cita-cita serta nilai-nilai sendiri yang berbeda  dengan orang tuanya. Menurut pendapatnya orang tua tidak lagi dapat dijadikan pegangan, sebaliknya untuk berdiri sendiri ia belum cukup kuat, karena itu mudah terjerumus ke dalam kelompok remaja dimana anggotanya adalah teman sebaya yang mempunyai masalah yang sama.[24]
Menghadapi remaja, orangtua secara bijaksana harus sedikit demi sedikit melepaskan kontrolnya, agar anak tersebut benar-benar dapat berdiri sendiri kalau dewasa. Orangtua yang mau mempertahankan otoritasnya meskipun anak sudah dewasa, akan menghadapi kenyataan bahwa anak tersebut selamanya akan tetap bergantung pada orangtuanya, tidak pernah menjadi dewasa sepenuhnya dalam kepribadiannya.
Remaja bersikap ambivalen  yaitu disuatu pihak ingin diperlakukan sebagai anak kecil, namun dipihak lain  ingin diperlakukan dan diakui sebagai orang dewasa meski segala kebutuhan masih minta dipenuhi oleh orang tuanya.
Perubahan yang bersifat universal yang terjadi pada remaja baik fisik, perilaku, sikap dan keadaan fisiknya diantaranya:
1)      Meningkatkan emosi yang biasanya berhubungan dengan perubahan fisik.
2)      Perubahan bentuk tubuh, minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosialnya.
3)      Dengan perubahan minat dan perilakunya, maka nilai juga berubah. Apa yang dianggap penting pada masa kanak-kanak sudah tidak dianggappenting lagi.
4)      Umumnya remaja bersifat ambivalen terhadap setiap perubahan, karena mereka menuntut dan menginginkan kehebatan, tetapi pada saat yang bersamaan  ia sering takut dengan resiko dan tanggung jawab yang harus dipikulnya.[25]
Secara psikologi pada usia remaja ini anak memiliki banyak sekali perubahan dalam psikologis seperti emosi yang tidak stabil, perasaan kosong, masalah otonomi dan disiplin, mementingkan diri sendiri, canggung bergaul dan gerak kaku, cita-cita tinggi, membentuk kelompok dan budaya kelompok, hubungan heteroseksual, memiliki keinginan besaruntuk eksplorasi, eksperimentasi dan pilihan pekerjaan.[26]
8.      Masa Dewasa
Tidak ada satu periode pun dalam perkembangan yang tidak ada problemnya. Demikian pula dengan masa dewasa. Memasuki alam kedawasaan, seorang laki-laki harus mempersiapkan diri untuk dapat hidup dan menghidupi keluarganya. Harus mulai bekerja mencari nafkah dan membina kariernya. Kaum wanita juga ingin mempersiapkan diri untuk berumah tangga, disamping itu ia selalu menghadapi risiko untuk menjadi “perawan tua”, kalau belum mendapat pasangan pada umur tiga puuhan. Kalau ia berhasil mendapatkan suami, maka timbul pula problem-problem keluarga dan problem-problem mengenai anak-anaknya. Demikian seterusnya problem-problem itu selalu berdatangan.
Dalam kehidupan bermasyarakat, tentulah laki-laki dan perempuan memiliki peranan yang berbeda. Laki-laki mencari nafkah, agresif dan dominan, sedangkan perempuan pengurus rumah tangga, pasif dan lebih submisif. Perilakunyapun berbeda, pria lebih kasar, perempuan lebih halus.
Perbedaan itu ternyata bukan hanya dipengaruhi oleh faktor biologis namun juga faktor budaya. Penyelidikan oleh Margareth Mead di papua New Guinea membuktikan bahwa peranan masyarakat jauh berbeda antara perempuan dan laki-laki berbeda ditempat kita. Penelitia di tiga suku :
1.      Suku Arapesh : lelaki dan perempuan berfungsi sama, dengan ciri perilaku yang kewanitaan (“kewanitaan’ dalam  ukuran masyarakat kita, lemah lembut, pasif, resesif, dan tidak mengenal perang.
2.      Suku Mundugumor : lelaki dan perempuan berfungsi sama, dengan ciri perilaku yang kejantanan, kasar, agresif, dan seterusnya, yang di masyarakat kita umumnya merupakan perilaku lelaki.
3.      SukuTchambuli : fungsi lelaki dan perempuan berbeda, tetapi merupakan kebalikan dari pada kebudayaan kita. Perempuannya lebih agresif dan merekalah yang mengatur pkerjaan sehari-hari. Para lelaki lebih pasif, emosional, tugasnya menjaga anak-anak dirumah dan selalu tergantung pada istrinya. Bahkan kalau istrinya melahirkan, suaminya pun merasa sakit.
Saat-saat yang paling produktif pada masa hidup seseorang adalah berbeda-beda, tergantung pada jenis pekerjaan dan individu yang bersangkutan. Pada pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan kekuatan, kecepatan, dan kecermatan gerak, usia yang paling produktif adalah sekitar 25-29 tahun. Untuk lapangan-lapangan pekerjaan lain seperti ilmu pengetahuan, kesusastraan, dan kesenian, usia yang paling produktif adalah sekitar 30-40 tahun, namun masih tergantung pula pada lapangan pekerjaan dan keadaan kebudayaan. Pada beberapa pria gejala usia 40 tahun tampak seperti tingkah laku remaja kembali (senang bersolek, jatuh cinta lagi, pemarah, emosional, dan sebagainya) sehingga oleh orang awam pria semacam itu sering dijuluki “remaja kedua”. Pada perempuan kelihatan depresi (murung), cepat marah yang biasanya mengikuti perasaan cemas karena kawatir kehilangan kasih sayang suami terutama yang telah mengalami menopause.[27]
A.    Dewasa awal
Dewasa awal adalah masanya bekerja dan jatuh cinta, terkadang hanya menyisakan sedikit untuk hal-hal lainnya. Bagi kebanyakan individu, menjadi orang dewasa melibatkan periode transisi yang panjang, transisi dari remaja ke dewasa diebut pula masa beranjak dewasa (emerging adulthood) yang terjadi dari usia 18-25 tahun. Masa ini ditandai oleh eksperimen dan eksplorasi. Pada titik ini dalam perkembangan mereka, banyak individu masih mengeksplorasi jalur karier yang ingin mereka ambil, ingin menjadi individu seperti apa, dan gaya hidup seperti apa yang mereka inginkan, hidup melajang, hidup bersama, atau menikah.[28]
Perkembangan Sosioemosi dimasa Dewasa awal
Ø  Stabilitas dan perubahan yang berlangsung dari masa kanak-kanak hingga masa dewasa:
a.       Temperamen
Kaitan antara temperamen masa kanak-kanak dan kepribadian orang dewasa bisa bervariasi, tergantung pada konteks pengalaman individual. Level aktivitas dimasa kanak-kana awal telah mencapai masa dewasa muda memiliki suasana hati yang tidak mudah berubah-ubah. Cederung lebih bertanggung jawab dan lebih jarang terlibat dalam tindakan-tindakan beresiko. Pada beberapa dimensi dari temperamen dimasa kanak-kanak berhubungan dengan masalah-masalah dimasa dewasa awal.
b.      Kelekatan
Adanya 3 dimensi dalam kelekatan yaitu kelekatan yang aman,kelekatan yang menghindar, dan kelekatan pencemas. Gaya kelekatan dimasa dewasa berkaitan dengan sejumlah pola relasi dan hasil perkembangan.
Ø  Perkembangan Pria
Peran tradisional pria mengandung cukup banyak tekanan hidup yang dapat merugikan kesehatannya. Dalam definisi tradisional mengenai maskulinitas, “pria sejati” memandang wanita dari segi tubuhnya, bukan dari akal dan perasaannya, kurang berminat untuk menjalin hubungan percakapan dan relasi, serta seringkali tidak menempatkan wanita sejajar dengan pria. Dengan demikian pandangan tradisional mengenai peran pria mendorong untuk meremehkan wanita, bersikap kasar dan menolak untuk mengembangkan reaksi yang sejajar dengan wanita. Peran tersebut juga dapat menghambat minat dalam relasi, relasi yang setara dengan wanita, serta koneksi emosi yang positif dengan pria lain.
Begitu banyak pria yang memiliki interaksi yang terlalu sedikit dengan ayahnya, khususnya ayah yang bertindak sebagai model peran yang positif. Sifat pengasuh dan peka terhadap orang lain dianggap sebagai aspek dari peran sebagai wanita, bukan peran pria.
Menurut Joseph Pleck, peran pria memiliki sifat kontradiktif dan tidak konsisten. Pria tidak hanya mengalami stres jika mereka menyimpang dari perannya, mereka juga dirugikan jika tidak bertindak sesuai perannya.[29]
Ø  Perkembangan Wanita
Berdasarkan analisis Tannen yang menunjukkan preferensi wanita terlibat dalam Rappot talk dapat disimpulkan bahwa relasi dan membina hubungan dengan orang lain merupakan hal yang sangat bernilai bagi wanita. Miller menyatakan bahwa ketika para peneliti berusaha menelaah apa yang dilakukan wanita didalam hidupnya, sebagian besar jawabannya diberikan adalah berpartisipasi aktif dalam mengembangkan orang lain. Dalam pandangan militer , wanita sering kali mencoba berinteraksi dengan orang lain melalui cara yang akan membantu perkembangan seseorang diberbagai dimensi-dimensi emosional, intelektual, dan sosial.
Singkatnya, Millerm Tannen, serta para ahli gender lainnya seperti garol Gilligan, berpendapat bahwa dibandingkan pria, wanita lebih berorientasi pada relasi dan bahwa orientasi pada relasi ini sebaiknya dihargai sebagai sebuah keterampilan didalam budaya kita. Kritik menyatakan bahwa kini lebih bayak variasi gaya relasi pada pria dan wanita dibandingkan yang diungkapkan oleh pandangan ini. Banyak ahli berkesimpulan bahwa wanita perlu memperthankan kompetensi dan minat mereka dalam relasi, namun mereka jug memotivasi diri sendiri.[30]
B.     Dewasa Menengah
Pada masa dewasa menengah, kita kan menjadi seperti apa yang kita bentuk. Bagi beberapa dari kita, usia paruh baya adalah posisi yang berkabut, waktu untuk menemukan hal apa yang kit tinggalkan dan kita kejar, dan mengapa. Kita membandingkan hidup kita dengan janji yang sudah kita buat tentang hidup. Diusia paruh baya, lebih banyak waktu yang terbentang disepan kita, dan beberapa evaluasi, meskipun ragu, harus dibuat.
Meskipun batasan usia bukanlah sebuah  patokan yang kaku, kami akan membatasi masa dewasa menengah sebagai periode perkembangan yang dimulai pada usia kurang lebih 40 tahun hingga 60 atau 65 tahun. Bagi sebagian besar orang. Masa dewasa menengah adalah masa dimana terjadi penurunan keterampilan fisik dan meluasnya tanggung jawab, sebuah periode dimana seseorang menjadi lebih sadar mengenai polaritas usia muda dan berkurangnya jumlah waktu yang masih tersisa didalam hidup, suatu titik dimana seseorang berusaha meneruskan sesuatu yang bermakna kepada generasi selanjutnya, suatu masa dimana seseorang telah mencapai dan membina kepuasan dalam kariernya. 
Stabilitas dan Perubahan : Dalam studi Baltimore Costa & McCare, lima besar faktor kepribadian-emotional stability (stabilitas emosi), extraversion, opennes to experience (keterbukaan terhadap pengalaman), agreeableness (keramahan), dan conscientiouosness(sikap berhati-hati)- terlihat cukup stabil. Meskipuun demikian, sebuah hasil meta-analisisterhadap lima besar faktor kepribadian tersebut menunjukkan adanya peningkatan dan penurunan faktor tertentu selama masa dewasa, dimana perubahan paling besar terjadi dimasa dewasa awal. Karakteristik yang paling stabil adalah orientasi intelektual, keyakinan diri, dan keterbukaan terhadap pengalaman baru. Adapun karakteristik-karakteristik yang paling banyak berubah adalah pengasuhan, permusuhan, dan kendali diri. Dalam studi wanita Helson’s Mills college, pada usia 27 tahun hingga awal 40-an, para wanita banyak mengalami kekhawatiran seperti yang dideskripsikan oleh Levinson mengenai pria. Meskipun demikian, dibandingkan krisis hidup paruh baya,kondisi ini paling tepat jika disebut sebagai kesadaran paruh baya. Penelitian George Vaillant mengungkapkan adanya kaitan antara sejumlah karateristik di usia 50 dan kesehatan serta kesejahteraan di usia 75-80 tahun.[31]
C.     Masa Dewasa Akhir
Tahap berikutadalah masa dewasa akhir atau yang sering disebut masa tua. Riteme dan makna perkembangan manusia secara perlahan menuju ke masa dewasa akhir, ketika masing-masing dari kita berdiri sendiri di pusat bumi dan tiba-tiba saja sudah menjelang petang. Kita menanggalkan masa muda dan dilucuti oleh angin waktu kepada kenyataan. Kita belajar hidup terus bergerak maju tetapi dipahami dengan mundur kebelakang.[32] Pada masa tua ini terjadilah perubahan yang mudah yaitu perubahan fisik. Kemampuan indra-indra sensoris menurun, waktu reaksi dan stamina menurun.[33]
Ketika individu menjadi matang dan aktif di usia tua, gambaran kita mengenai penuaan pun berubah. Jika kebanyakan persendian orang berusia 75 tahun seharusnya menjaid kaku, orang juga dapat berlatih agar tidak ikut mengalami kondisi ini. Contoh, seorang pria berusia 75 tahunn dapat memilih untk melakukan latihan dan berlari marathon. Seorang wanita berusia 80 tahun yang kapasitas bekerjanya tidak berkurang, dapat memilih untuk membuat dan menjual mainan anaknya.[34]
Problem utama pada orang-orang tua adalah rasa kesepian dan kesendirian. Mereka sudah biasa melewatkan hari-harinya denga kesibukan-kesibukan pekerjaan yang sekaligus juga merupakan pegangan hidup dan dapat memberi rasa aman dan rasa harga diri.[35] Kini, presentase laki-laki berusia 65 tahun ke atas yang terus bekerja purna-waktu, lebih sedikit dibandinngkan awal abad ke 20. Perubahan yang penting dalam pola kerja orang-orang usia lanjut ini adalah meningkatkan pekerjaan oaruh-waktu. Beberapa individu terus melajutkan kehidupan dengan produktivitas kerja yang keras sepanjang masa dewasa akhir. Pada sisi lain terkadang individu diusia lanjut telah mengalami pensiun maka harus adanya penyesuain diri terhadap pensiun, jalan yang ditempuh individu –individu ketika mereka  memasuki masa pensiun pada masa sekarang lebih kabur dibandingkan dimasa lalu. Individu yang paling bai menyesuaikan diri dalam masa pensiun adalah individu yang sehat, punya penghasilan yang cukup, aktif, mndapatkan pendidikan yang lebih baik, punya jaringan sosial teman dan keluarga yang luas, dan sudah puas dengan hidup mereka sebelum pensiun.
Kesehatan mental, disini usia lanjut sering sekali terkena depresi, depresi sendiri juga disebut demam umum dari adanya gangguan mental, eskipun demikian mayoritas orang lanjut usia yang memiliki gejala depresi tidak menerima penanganan kesehatan mental. Dimensia adalah sebuah istilah umum yang dikenakan untuk semua gangguan neorologis yang gejala utamanya meliputi kemunduran fungsi mental.Penyakit alzheirmer adalah jenis demensia yang paling banyak dijumpai.
Selektivitas, dalam teori selektivitas sosioemosi menyatakan bahwa orang lanjut usia akan lebih selektif dakam memilih jaringan kerja sosialnya. Karena mereka sangat mementingkan kepuasaan emosional, orang yang lanjut usia sering kali meluagkan lebih banyak waktu bersama individu-individu yang sudah dikenal dan menyenangkan. Teori yang dikembangkan oleh Laura Cartensen ini (1998, 2006, 2008), menyatakan bahwa orang-orag lanjut usia secara sengaja menarik diri dari interaksi sosial dengan individu disekililing mereka, sementara mereka mempertahankan atau meningkatkan kontak dengan teman-teman dekat dan anggota-anggota keluarga dalam relasi yang bersifat selektif ini dapat memaksimalkan pengalaman-pengalaman emosional yang positif dan meminimalkan resiko-resiko emosional seiring dengan proses mejadi tua.
Penghargaan diri, dalam sebuah studi lintas-budaya mengenai harga diri (self-esteem), possible selves, penerimaan diri (self-acceptance), dan kendali diri (self-control). Melakukan pengukuran terhadap individu yang berjumlah lbih dari 300.000 dengan usia antara 9 sampai 90 tahun (Robins & kawan-kawan, 2002). Sekedar duapertiga partisipan berasal dari amerika serikat. Individu-individu ini diminta untuk memberikan respons terhadap item “saya memiliki penghargaan-diri yang tinggi”. Penghargaan diri mendatar diusia tiga puluhan dan empat puluhan, meningkat diusia lima puluhan dan enam puluhan, dan kemudian menurun secara drastis diusia tujuh puluhan dan delapan puluhan. Dihampir seluruh masa dewasa, penghargaan diri laki-laki lebih tinggi dibandinngkan dengan penghargaan diri perempuan.
Relasi, dalam konteks ini Persahabatan dimasa dewasa awal memiliki jaringan  yang meluas sejalan dengan koneksi sosial baru yang dibuat diluar lingkungan rumah. Dimasa dewasa akhir persahabatan baru tidak teralalu dipaksakan, meskipun beberapa orang dewasa mencari persahabatan baru, terutama setelah kematian pasangan. Dukungan sosial berkaitan dengan meningkatnya kesehatan fisik dan mental pada orang-orang usia lanjut. Orang-orang lanjut usia yang berpartisipasi didalam organisasi cenderung hidu lebih panjang dibandingkan rekan-rekannya yang tingkat pastisipasinya rendah. Orang-orang lanjut usia seringkali memiliki ikatan sosial yang tidak mendalam namun memiliki motivasi yng kuat untuk mluangkan waktu menjalin relasi dengan kawan-kawan dekat dan anggota keluarga yang menyenangkan. Altruisme berkaitan dengan usia yang panjang. Menjadi sukarelawan berkaitan dengan kepuasan hidup yang lebih tinggi, berkuragnya depres dan kecemasan, kesehatan fisik yang lebih baik, serta afek yang positif dan kurang negatif.[36]
            Batasan Usia Bagi Setiap Perkembangan
            Dalam psikologi memang sulit ditetapkan batas-batas usia yang tegas bagi masing-masing masa perkembangan tersebut di atas.
Adapun tahap-tahap perkembangan menurut Hurlock adalah sebagai berikut :
1)           -                            : Prenatal
2)    0 – 2 minggu               : Orok (infancy)
3)    2 minggu- 2 tahun       : Bayi (babyhood)
4)    2 – 6 tahun                  : Anak-anak awal (early chilhood)
5)    6 – 12 tahun                : Anak-anak akhir (late chilhood)
6)    12 – 14 tahun              : Pubertas (puberty)
7)    14 – 17 tahun              : Remaja awal (early adolescence)
8)    17 – 21 tahun              : Remaja akhir (late adolescence)
9)    21 – 40 tahun              : Dewasa awal (early adulthood)
10)     40 – 60 tahun              : Setengah baya (middle age)
11)     60 tahun ke atas          : Tua (senescence)












IV.  KESIMPULAN
A.    Kesimpulan
Uraian pembahasan yang begitu detail, mendalam, dan panjang perlu diambil intinya sehingga dapat dipahami dengan mudah. Inti dari pembahasan tersebut merupakan simpulan kajian. Berdasarkan pembahasan pada bab II, dapat diambil enam simpulan.
1.      Secara garis besar faktor perkembangan dan bawaan sejak lahir dapat dikemukakan  oleh pendapat para ahli ada tiga golongan yaitu: aliran nativisme, aliran empirisme, dan aliran konvergensi.
2.      Kecepatan pemrosesan tergantung pada efisiensi neurologis dan kematangan yang dikendalikan secara genetik. Akan tetapi bukti paling meyakinkan mungkin berasal dari studi kembar dan studi adopsi.
3.      Perkembangan manusia dapat dilihat dari multidimensi, baik fisik maupun nonfisik. Dimensi-dimensi perkembangan individu, termasuk peserta didik dapat digolongkan menjadi: perkembangan fisik, perkembangan perilaku psikomotorik, perkembangan bahasa, perkembangan kognitif, perkembangan perilaku sosial, perkembangan moralitas, perkembangan bidang keagamaan, perkembangan konatif dan perkembangan emosional
4.      Masa depan manusia banyak dipengaruhi oleh rangsangan lingkungan sekitar. Namun antara rangsangan lingkungan dulu dan kini sungguh berbeda. Dari lingkungan inilah potensi bawaan seseorang hampir sering berubah sepanjang perjalanan hidup manusia.

V.    PENUTUP 
Demikianlah materi yang dapat kami sampaikan, semoga bermanfaat bagi kita semua, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan ejaan, tanda baca ataupun kalimat kami mohon kritik dan saran demi perbaikan makalah kami selanjutnya.





DAFTAR PUSTAKA
John W. Santrock, Life-Span Development Perkembangan Masa-Hiidup edisi 13 jilid I, (Erlangga : PT GELORA Aksara Pratama, 2011),
Wening Wihartati, Pemahaman Individu, (Semarang : CV Karya Abadi Jaya, 2016) Yustinus Semium, OFM, kesehatan mental 1, (yogyakarta: KASINIUS, 20060
Maslihah, sri, 2011,
Supriatna, Usep, 2009, Peranan pendidikan keluarga, Prospektus Jurnal Ilmiah Unirow Tuban 2009: Propektus Jurnal Ilmiah Edisi I 2009
Sarlito W. Sarwono, pengantar psikologi umum, jakarta: PT RJAGRAFINDO PERSADA, 2012
Yustinus Semium, OFM, kesehatan mental 1, yogyakarta: KASINIUS, 2006
Sarlito W. Sarwono, pengantar psikologi umum, jakarta: PT RJAGRAFINDO PERSADA, 2012


[1] Sarlito W. Sarwono, pengantar psikologi umum, (jakarta: PT RJAGRAFINDO PERSADA, 2012), hal 66
[2]Wening Wihartati, Pemahaman Individu, (Semarang : CV Karya Abadi Jaya, 2016), hal 121
[3] John W. Santrock, Life-Span Development Perkembangan Masa-Hiidup edisi 13 jilid I, (Erlangga : PT GELORA Aksara Pratama, 2011), hal 208
[4] Wening Wihartati, Pemahaman Individu, (Semarang : CV Karya Abadi Jaya, 2016), hal 122
[5] Yustinus Semium, OFM, kesehatan mental 1, (yogyakarta: KASINIUS, 20060, hal 285
[6] Wening Wihartati, Pemahaman Individu, (Semarang : CV Karya Abadi Jaya, 2016), hal 122-123
[7] Sarlito W. Sarwono, pengantar psikologi umum, (jakarta: PT RJAGRAFINDO PERSADA, 2012), hal
[9] John W. Santrock, Life-Span Development Perkembangan Masa-Hiidup edisi 13 jilid 2, (Erlangga : PT GELORA Aksara Pratama, 2011), hal 233-234
[10] Wening Wihartati, Pemahaman Individu, (Semarang : CV Karya Abadi Jaya, 2016), hal 123-124
[11] Yustinus Semium, OFM, kesehatan mental 1, (yogyakarta: KASINIUS, 20060, hal 287
[12] Sarlito W. Sarwono, pengantar psikologi umum, (jakarta: PT RJAGRAFINDO PERSADA, 2012), hal
[13] Makmun Khairani, Psikologi Perkembangan, (Yogyakarta : Aswaja Pressindo) hal 131-133
[14] Wening Wihartati, Pemahaman Individu, (Semarang : CV Karya Abadi Jaya, 2016), hal 124
[15] Yustinus Semium, OFM, kesehatan mental 1, (yogyakarta: KASINIUS, 20060, hal 296
[16] Sarlito W. Sarwono, pengantar psikologi umum, (jakarta: PT RJAGRAFINDO PERSADA, 2012), hal
[18] John W. Santrock, Life-Span Development Perkembangan Masa-Hiidup edisi 13 jilid 2, (Erlangga : PT GELORA Aksara Pratama, 2011), hal 310

[20] John W. Santrock, Life-Span Development Perkembangan Masa-Hiidup edisi 13 jilid 2, (Erlangga : PT GELORA Aksara Pratama, 2011), hal 394-395
[21] Yustinus Semium, OFM, kesehatan mental 1, (yogyakarta: KASINIUS, 20060, hal 299
[22] Supriatna, Usep, 2009, Peranan pendidikan keluarga, Prospektus Jurnal Ilmiah Unirow Tuban 2009: Propektus Jurnal Ilmiah Edisi I 2009
[23] Sarlito W. Sarwono, pengantar psikologi umum, (jakarta: PT RJAGRAFINDO PERSADA, 20 12), hal 66-71
[24]Sarlito W. Sarwono, pengantar psikologi umum, (jakarta: PT RJAGRAFINDO PERSADA, 2012), hal 72
[26] Yustinus Semium, OFM, kesehatan mental 1, (yogyakarta: KASINIUS, 20060, hal 301-304
[27] Sarlito W. Sarwono, pengantar psikologi umum, (jakarta: PT RJAGRAFINDO PERSADA, 2012), hal 77-80
[28] John W. Santrock, Life-Span Development Perkembangan Masa-Hiidup edisi 13 jilid 2, (Erlangga : PT GELORA Aksara Pratama, 2011), hal 6
[29] John W. Santrock, Life-Span Development Perkembangan Masa-Hiidup edisi 13 jilid 2, (Erlangga : PT GELORA Aksara Pratama, 2011), hal 64
[30] John W. Santrock, Life-Span Development Perkembangan Masa-Hiidup edisi 13 jilid 2, (Erlangga : PT GELORA Aksara Pratama, 2011), hal 68
[31] John W. Santrock, Life-Span Development Perkembangan Masa-Hiidup edisi 13 jilid 2, (Erlangga : PT GELORA Aksara Pratama, 2011), hal 130
[32] John W. Santrock, Life-Span Development Perkembangan Masa-Hiidup edisi 13 jilid 2, (Erlangga : PT GELORA Aksara Pratama, 2011), hal 132
[33] Sarlito W. Sarwono, pengantar psikologi umum, (jakarta: PT RJAGRAFINDO PERSADA, 2012), hal 80
[34] John W. Santrock, Life-Span Development Perkembangan Masa-Hiidup edisi 13 jilid 2, (Erlangga : PT GELORA Aksara Pratama, 2011), hal 132
[35] Sarlito W. Sarwono, pengantar psikologi umum, (jakarta: PT RJAGRAFINDO PERSADA, 2012), hal 80
[36] John W. Santrock, Life-Span Development Perkembangan Masa-Hiidup edisi 13 jilid 2, (Erlangga : PT GELORA Aksara Pratama, 2011), hal 224, 233